LAJUR.CO, KENDARI – Rektor Universitas Muhammadiyah Kolaka Utara (Umkota) Muhammad Idrus resmi mengemban amanah sebagai Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Kolaka Utara (Kolut). Pelantikan Jenderal ASN Kolut itu dipimpin langsung oleh Bupati Kolut Nurrahman Umar, Senin (4/8/2025).
Dikutip dari laman resmi Pemkab Kolut, penunjukan Muhammad Idrus sebagai Penjabat Sekda dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan. Sebelumnya, Muh Idrus telah lama didapuk sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah menggantikan M. Taupik yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik. Penunjukan ini berdasarkan SK Bupati Nomor 800.1.3.3/278/2025 tertanggal 7 Juli 2025.
Saat dilantik sebagai Pj Sekda, Muhammad Idrus berstatus sebagai pimpinan perguruan tinggi swasta aktif di Kolut. Rangkap jabatan Rektor Umkota itu dibenarkan Wakil Bupati Kolut H. Jumarding.
“Saya belum lihat surat pengunduran dirinya,” ujar mantan Wakil Ketua DPRD Sultra itu saat dikonfirmasi, Selasa (5/8/2025).
Menurut Jumarding, rangkap jabatan Muh Idrus sebagai Pj Sekda sekaligus rektor di luar kelaziman. Seyogianya, ia lebih dulu melepas jabatan sebagai Rektor Umkota sebelum migrasi ke lembaga birokrasi pemerintahan, karena terdapat sejumlah batasan hukum dan prinsip administrasi pemerintahan yang perlu dipatuhi.
Mengacu pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, jabatan Sekda, termasuk Pj Sekda, adalah jabatan pimpinan tinggi pratama (JPTP) yang hanya dapat diisi oleh pegawai ASN yang berasal dari jabatan struktural eselon II atau setara. Sementara seorang rektor perguruan tinggi merupakan pejabat non-struktural, walaupun yang bersangkutan adalah seorang ASN, dan umumnya bukan dari jabatan struktural birokrasi daerah.
PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (diubah PP No. 17 Tahun 2020) juga mengatur bahwa jabatan Pj Sekda dapat dijabat oleh ASN dari instansi pemerintah pusat atau daerah, tetapi harus memenuhi syarat jabatan, rekam jejak, dan kualifikasi.
Sementara itu, Permendagri No. 91 Tahun 2019 tentang Penunjukan Penjabat Sekda pada Pasal 4 menyebutkan bahwa Penjabat Sekda ditunjuk dari pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon II). Penunjukan dilakukan oleh gubernur (untuk kabupaten/kota) atau Menteri Dalam Negeri (untuk provinsi).
Kata Jumarding, pejabat publik umumnya dilarang merangkap jabatan yang memiliki konflik kepentingan atau beban kerja yang tumpang tindih, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Demikian halnya posisi pimpinan perguruan tinggi dan Sekda yang kini diemban Muh Idrus rawan memicu konflik kepentingan di tubuh birokrasi maupun universitas.
“Sangat rawan konflik kepentingan. Saya beri wejangan ini tidak ada salahnya. Kita harus meluruskan yang salah. Harus dilepas dulu jabatan rektor. Ini menjadi pembelajaran bagi kita semua supaya tidak ada rangkap jabatan,” jelas Jumarding. Adm