LAJUR.CO, JAKARTA – Jurnalis Lajur.co Nurhaeni mengalami intimidasi oleh oknum aparat kepolisian saat meliput aksi penyegelan Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat.
Insiden tersebut terjadi saat aparat mulai menggiring puluhan mahasiswa ke kendaraan polisi untuk dibawa ke kantor kepolisian sekitar pukul 13.08 WIB, Rabu (8/10/2025). Oknum aparat ada yang berseragam coklat dan berpakaian biasa tetiba datang mencegat wartawan.
Nurhaeni yang berada di lokasi mengaku sempat dilarang merekam oleh seorang polisi berseragam cokelat. Saat menyatakan dirinya dari media, polisi itu langsung memerintahkan, “Jangan direkam, ambil video atau foto,” katanya dengan nada kasar.
Ia berdalih, hal itu merupakan bagian SOP patroli pengamanan demonstrasi. Ia sesumbar menyebut, aksi pengamanan mahasiswa bakal semakin ‘runyam’ bila tersebar ke media.
Tak hanya itu, oknum lain yang diduga bertugas di satuan intelkan berpakaian hitam ikut mendekati jurnalis Lajur.co dan meminta untuk menunjukkan isi kamera. Foto yang menangkap sudut mobil polisi dalam kondisi buram pun diminta untuk dihapus, bahkan hingga ke folder sampah galeri ponsel.
“Itu foto tadi hapus, Bu. Di sampahnya juga, Bu,” ujar petugas tersebut sambil terus memantau layar ponsel awak media itu.
Lantaran terus dipaksa dan dibuntuti, sang wartawan pun mengikuti arahan mereka untuk menghilangkan foto berisi sudut mobil polisi dalam ponselnya. Sambil memperlihatkan kepada oknum intelijen itu, wartawan menghapus foto dimaksud hingga ke folder sampah.
“Ini lihat perhatikan saya hapus” ujar wartawan.
Oknum polisi juga meminta wartawan menemui beberapa petugas lain di pinggir jalan yang juga ditengarai adalah anggota intelijen.
“Ibu ke sana dulu Bu,” katanya sambil menunjuk beberapa rekannya. Saat ditanya tujuan diarahkan, jurnalis tetap dipaksa mengikuti meski tidak jelas keperluannya.
Peristiwa tersebut menimbulkan kekhawatiran atas kebebasan pers dan keamanan jurnalis di lapangan saat menjalankan tugas peliputan. Sementara giat liputan di ruang publik merupakan bagian dari kerja jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Intimidasi ini terjadi di tengah aksi protes mahasiswa asal Sultra yang menyegel Kantor Penghubung Pemprov Sultra karena kecewa terhadap Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) yang dianggap tidak menepati janji terkait bantuan asrama.
Sebelumnya diberitakan, para mahasiswa telah menempati Mess Pemprov Sultra sejak Selasa (7/10/2025) malam, karena kehilangan tempat tinggal. Mereka menuntut realisasi janji Gubernur ASR, termasuk bantuan untuk mahasiswa yatim dan penyediaan fasilitas asrama.
Meski aksi berjalan tanpa kericuhan, respons aparat terhadap jurnalis dan proses dokumentasi justru menimbulkan tanda tanya besar soal transparansi dan komitmen terhadap kebebasan pers. Red