LAJUR.CO, KENDARI – Kepala Badan Penghubung Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra) Jakarta, Mustakim, tampil memberi keterangan pers pascainsiden penangkapan mahasiswa Sultra oleh aparat kepolisian saat unjuk rasa di Mess Pemprov Sultra, Rabu (8/10/2025). Mustakim membantah keras narasi yang menyebutkan jika kriminalisasi mahasiswa dilakukan atas perintah Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka.
Ia sendirilah yang berinisiatif memerintahkan salah seorang staf Badan Penghubung Pemprov Sultra Jakarta membuat laporan resmi ke pihak kepolisian. Staf dimaksud bernama Ibu Dwiyono.
Mustakim kembali menegaskan, keputusan tersebut diambil tanpa sepengetahuan Gubernur Sultra, sebagai jalan akhir menengahi kisruh mahasiswa vs polisi di Kantor Penghubung Sultra. Ia menganggap permasalahan tersebut masih bisa diselesaikan tanpa harus merepotkan pimpinan.
“Saya tidak mau, sedikit-sedikit laporan ke Gubernur. Saya tidak mau kayak orang cengeng, sedikit-sedikit lapor Gubernur,” akunya.
Saat laporan polisi dibuat, Mustakim menyatakan dirinya sudah bertolak dari Jakarta menuju Kota Kendari.
“Saya perintahkan Ibu Dwiyono laporkan ke pihak berwajib. Hindari gesekan. Karena semua pintu digedor. Minta dikeluarkan,” ucap Mustakim.
“Masa staf kita mau masuk lewat jendela kayak mahasiswa. Kalau misal rumah Bapak digembok, apakah tidak marah,” ucap Mustakim.
Menurutnya, situasi Kantor Penghubung Sultra yang berada di Jalan Sumenep cukup genting. Ia mengakui jumlah mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi cukup banyak, mencapai 100 orang.
Ia mencatat, beberapa aset Mess Pemprov Sultra rusak saat penyegelan oleh para mahasiswa. Bahkan, stok makanan di pantry pada lantai 1 Kantor Penghubung Sultra ikut diembat pada pendemo yang menduduki Mess Pemprov Sultra.
Upaya negosiasi dengan mahasiswa agar gembok kantor dibuka gagal berujung penangkapan oleh aparat kepolisian. Puluhan mahasiswa digelandang ke kantor polisi kala itu.
“Kalau belum mau buka, kita sampaikan ke Polsek. Sampai siang tidak dibuka maka ke Polres,” cerita Mustakim.
Sebelum puncak unjuk rasa, Mustakim mengaku sudah beberapa kali membuka ruang diskusi dengan para mahasiswa Sultra di Jakarta. Ia mencatat ada empat kali pertemuan mediasi membahas aspirasi mahasiswa, salah satunya tuntutan fasilitas asrama bagi putra daerah Sultra yang menempuh kuliah di Ibu Kota Jakarta.
Kata Mustakim, tuntutan tersebut baru sebatas aspirasi, bukan janji resmi yang diucapkan Gubernur Sultra ke mahasiswa yang berunjuk rasa.
“Minta dibuatkan asrama di Jakarta, dan minta dibayarkan kontrakan Rp750 juta. Saya berjanji sebagai Badan Penghubung akan sampaikan ke Gubernur dan Wagub. Beberapa kali datang lagi. Terakhir kasih waktu 10 hari, karena waktu itu Gubernur di Kendari,” terang Mustakim.
Agenda pertemuan dengan mahasiswa Sultra di Jakarta urung terlaksana hingga deadline waktu 10 hari. Alasannya, agenda 01 Sultra sangat padat.
Rabu pagi (8/10/2025), Mustakim sempat menjamu para mahasiswa yang mendatangi Kantor Penghubung Sultra sebelum bertolak ke Kendari, Kamis (9/10/2025), sebelum akhirnya terjadi kericuhan fatal antara aparat kepolisian dan mahasiswa. Adm