LAJUR.CO, JAKARTA – Kisah para perempuan Torobulu, Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi salah satu sorotan utama dalam salah satu rangkaian acara Jakarta International Literasi Festival (JILF) 2025, Sabtu (15/11/2025).
Dalam forum diskusi pra-peluncuran buku “Pembangunan Untuk Siapa? Kisah Perempuan di Kampung Kami” berlangsung di Galeri S Sudjojono, Taman Ismail Marzuki itu, cerita warga Torobulu diangkat sebagai contoh nyata bagaimana industri tambang mengancam ruang hidup dan keselamatan warga, terutama perempuan.
Ayunia Muis, perempuan Torobulu yang hadir sebagai narasumber, menyampaikan keresahan dan pengalaman masyarakat desanya yang hidup berdampingan dengan tambang nikel.

“Harus melawan dengan cara apalagi untuk kami perempuan…,” ucap Ayunia di hadapan peserta diskusi, menggambarkan betapa panjang perjuangan yang harus mereka hadapi.
Menurut Ayunia, masalah paling mendesak mereka hadapi adalah ancaman terhadap sumber air bersih. Dua dusun di Torobulu, katanya, menggantungkan hidup pada kolam air yang mereka sebut Cekdam. Meski air masih mengalir, tambang yang berada tepat di samping tanggul membuat warga selalu cemas.
“Ancaman itu tidak pernah berhenti. Kita tidak tahu kapan air itu pada akhirnya akan habis,” ujarnya dalam wawancara usai diskusi hasil kolaborasi Konde.co bersama Marjin Kiri itu.
Dampak aktivitas tambang juga menyasar fasilitas pendidikan. Area sekitar sekolah dasar di Torobulu ikut merasakan debu, kebisingan, dan risiko kerusakan lingkungan akibat penambangan yang dilakukan di sekitar sumber air.
Forum ini juga menghadirkan beberapa pembicara lain seperti Meike Inda Erlina (Trend Asia), Hema Malini (JATAM), Anita Dhewy (Konde.co), serta dimoderatori oleh Luthfi Maulana Adhari dari Konde.co. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian JILF dengan tema “Homeland in Our Bodies (Tanah Air Dalam Tubuh Kita)”.
Buku “Pembangunan Untuk Siapa?”, yang akan diluncurkan bertepatan dengan peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP), memuat tujuh kisah perempuan dari berbagai daerah di Indonesia yang melawan dampak industri ekstraktif.
Termasuk bagaimana warga Torobulu hidup berdampingan dengan sejumlah dampak yang timbul akibat giat pertambangan. Kisah Ayunia Muis bersama warga perempuan Torobulu lainnya menjadi salah satu contoh perempuan berada menjadi paling terdampak oleh kebijakan dan praktik tambang yang tidak berkelanjutan. Red




