BERITA TERKINIEKOBISHEADLINE

Jadi Sumber Mata Pencaharian, Pedagang Pasar Korem Kendari Tolak Pelarangan Thrifting

×

Jadi Sumber Mata Pencaharian, Pedagang Pasar Korem Kendari Tolak Pelarangan Thrifting

Sebarkan artikel ini

LAJUR.CO, KENDARI – Pelarangan penjualan pakaian thrift menuai keluhan dari para pedagang di Pasar Korem Mandonga, Kota Kendari. Salah satu pedagang, Nurhayati, mengungkapkan kekhawatirannya jika aturan tersebut benar-benar diterapkan.

Ia menegaskan bahwa usaha thrift telah menjadi sumber nafkah utama keluarganya sejak 2010 silam. Selama 15 tahun berdagang, Nurhayati bukan hanya menjajakan dagangan di Mandonga, tetapi juga menjual ke berbagai daerah seperti Wawotobi, Unaaha, Amesiu, hingga Mowila.

“Kalau mau dilarang, kita ini mau kemana? Kita punya pencarian di sini. Anak kita kuliah, makan juga dari sini. Inimi kehidupan kami sehari-hari,” ujarnya penuh harap agar pemerintah tetap memberi ruang bagi pedagang thrift.

Baca Juga :  Sambut Jambore Daerah X, Komunitas Pramuka Bakal Dilatih Teknik “Ngompos Asyik Tanpa Ribet”

Dari hasil berdagang pakaian bekas impor tersebut, cerita Nurhayati, dia berhasil membiayai kuliah kedua anaknya hingga sarjana, dan satu lagi kini masih kuliah.

Meski pendapatannya tidak menentu, dia menyebut pada hari-hari tertentu, terutama saat “buka baru”, omset yang bisa dikantongi mencapai Rp2 juta per hari. Namun di masa pasar sedang sepi, penghasilannya hanya berkisar Rp300–500 ribu.

Baca Juga :  Kenang Masa Kecilnya Saat Kunker ke Sultra, Menteri ESDM Bahlil Janji Bangun Jaringan Listrik di Daerah Terpencil

Barang yang dijual, katanya, berasal dari Bandung, dan sebagian pedagang lain juga mengambil stok dari Makassar hingga Baubau. Pakaian thrift yang mereka jual, tegas Nurhayati, masih dalam kondisi sangat layak pakai.

“Buktinya ini bagus-bagus,” katanya sambil menunjukkan beberapa pilihan pakaian seperti kemeja, hoodie, celana, hingga baju anak-anak.

Larangan thrifting itu dimuat dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022 yang menetapkan pakaian bekas sebagai barang terlarang impor, lengkap dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.

Baca Juga :  LPS dan Media Sulampua Satukan Sinergi Jaga Stabilitas Keuangan

Jika pelarangan untuk menjual thrift benar-benar diterapkan, maka kondisi yang dirasakan pedagang seperti Nurhayati makin berat. Ia mengaku sedang terhimpit beban biaya lapak. Tunggakan pembayarannya hingga dua bulan dan harus melunasi sekitar Rp1.850.000 ditambah biaya lampu dan sampah.

Nurhayati bersama para pedagang lainnya berharap, pemerintah bisa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut.

“Tolong pertahankan kami,” pintanya, mewakili suara pedagang kecil yang menggantungkan hidup pada usaha thrift. Red

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x