Oleh : Siti Komariah (Freelance Writer)
Seyogianya, erupsi gunung Semeru memang merupakan bukti kekuasaan Allah SWT sebagai sang pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan ini. Manusia pun tidak mampu untuk menghalangi datangnya bencana tersebut, sebab jika Allah telah berkehendak, maka apapun itu akan terjadi, tanpa terkecuali erupsi gunung Semeru.
Namun, disini negara bisa meminimalisir akan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materil lainnya dengan adanya mitigasi bencana, yakni segala upaya untuk mengurangi resiko bencana, seperti adanya Early Warning System (EWS) dan peringatan bahaya larva panas kepada masyarakat.
Innalillahi wa Innalillahi ra’jiun. Tahun 2021 akan segera terlewati. Namun, kabar duka kembali menyelimuti negeri ini. Erupsi Gunung Semeru kembali terjadi, menyebabkan korban berlarian berusaha menyelamatkan diri. Tapi apalah daya, kehendak yang kuasa telah terjadi. Beberapa diantara warga harus meninggal akibat tertimbun abu erupsi.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan korban meninggal akibat erupsi gunung Semeru pada Sabtu 4 Desember lalu, hari ini bertambah menjadi 15 orang.
Dalam keterangan pada Senin (6/12), BNPB juga menyatakan bahwa 27 warga hilang. Selain itu, 1.707 warga mengungsi di 19 titik pengungsian (bbc.com, 6/6/2021).
Seyogianya, erupsi gunung Semeru memang merupakan bukti kekuasaan Allah swt. sebagai Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan ini. Manusia pun tidak mampu untuk menghalangi datangnya bencana tersebut, sebab jika Allah telah berkehendak, maka apapun itu akan terjadi, tanpa terkecuali erupsi gunung Semeru.
Namun, disini negara bisa meminimalisir akan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materil lainnya dengan adanya mitigasi bencana, yakni segala upaya untuk mengurangi resiko bencana, seperti adanya Early Warning System (EWS) dan peringatan bahaya larva panas kepada masyarakat.
Dalam hal ini peran negara masih sangat minim, bahkan bisa dikata negara lalai terhadap tanggungjawabnya dalam meriayah rakyatnya. Hal tersebut terlihat dengan tidak adanya pendeteksi dini bencana yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Padahal, alat tersebut sangat penting.
Dilansir dari tribunnews.com, 5/12/2021 banyaknya korban jiwa berjatuhan akibat erupsi gunung Seremu rupanya karena kurangnya kesiapan pemerintah mengantisipasi bencana alam yang masih sangat kurang.
Dimana, Keberadaan Early Warning System (EWS) selama ini tidak ada di Desa Curah Kobokan, yaitu daerah yang paling dekat dengan gunung Semeru. Padahal alat itu penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.
“Alarm (EWS) gak ada, hanya sismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah,” kata Joko Sambang, Kepala Bidang kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang.
Tak hanya itu, minimnya, peringatan serta edukasi soal bahaya lava panas juga diduga menjadi penyebab korban telat selamatkan diri.
“Ternyata saat APG mulai turun ke lereng gunung sebagaian warga malah menyaksikan fenomena itu di lokasi pertambangan” .
Minimnya mitigasi bencana seyogianya tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme. Dimana sistem ini telah menjauhkan peran penting negara yakni sebagai periayah rakyaknya. Maka tak heran jika rakyat akan terus menjadi korban dalam sistem kapitalisme.
Padahal, seyogianya seluruh kebutuhan rakyat, serta keselamatannya menjadi tanggungjawab negara. Namun, saat ini negara lebih mementingkan para pemilik modal daripada rakyatnya sendiri. Maka tidak heran jika mengadaan mitigasi bencana sangat minim, padahal jika negara mau maka hal tersebut sangat mudah dilakukan, mengingat negeri ini adalah negeri yang memiliki SDA yang melimpah.
Namun, lagi-lagi kesalahan sistem membuat SDA dikuasai oleh para pemilik modal dan membuat rakyat kembali meringis. Dan jelas negara akan kesulitan mengoptimalkan mitigasi bencana, sebab terkendala pada dana yang besar.
Berbeda dengan Islam yang menjadikan rakyat sebagai prioritas utama mereka. Sehingga keselamatan rakyat merupakan hal penting untuk dijaga. Dalam hal tanggap bencana Islam pun akan membuat mitigasi bencana dengan baik, mengedukasi rakyat dengan baik bagaimana bahaya dari larva panas tersebut.
Tak hanya itu, Islam jelas akan mendukung untuk terciptanya sebuah alat pendeteksi dini bencana oleh para Ilmuwan, serta mendukung tersebarnya alat tersebut ke seluruh pelosok daerah guna mengantisipasi terjadinya bencana, sebab datangnya bencana tidak dapat diprediksi. Namun setidaknya negara sudah berupaya untuk mengantisipasi minimnya korban jiwa yang berjatuhan.
Sumber dana untuk terciptanya alat pun jelas, yaitu dari Baitul Mal. Sungguh jika sistem Islam ditegakkan, maka rakyat akan merasakan kesejahteraan dan keamanan yang hakiki. Kini saatnya rakyat berbenah menuju sistem yang benar-benar meriayah rakyatnya dengan sempurna, yaitu hanya dengan sistem Islam. Wallauhu A’alam Bisshawab.