LAJUR.CO, KENDARI – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat UMK Cabang Kendari melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sultra, Rabu (5/7/2023). Aksi dilakukan untuk mendesak Gubernur Sultra Ali Mazi agar mengevaluasi Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sultra, Harmin Ramba.
Massa aksi berdemonstrasi didasari dugaan adanya Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) bersifat fiktif serta dugaan penyalahgunaan wewenang di internal institusi tersebut. Ketua HMI Komisariat UMK Juraidin , sekaligus penanggung jawab aksi mengatakan aksi ini merupakan kali ketiga tuntutan disuarakan.
Sebelumnya, mereka telah berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra atas dugaan kasus serupa. Selain itu, laporan tertulis dugaan penyalahgunaan wewenang dilakukan Kepala Kesbangpol Sultra itu telah diterima pihak Kejati Sultra.
“Aksi ini jilid ke 3. Minggu lalu kami juga sudah melakukan aksi di Kejati Sultra sekaligus memasukan laporan secara tertulis terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi di Badan Kesbangpol,” kata Juraidin.
Kendati tidak dapat bertemu langsung dengan pihak yang dituju, Juraidin berharap agar gubernur sulawesi tenggara tersebut segera mengevaluasi pejabat internal di Kesbangpol khususnya Kasubag Keuangan dan bendahara terkait dugaan dimaksud.
Harmin Ramba diduga menyalahgunakan kekuasaan dengan memberikan SPPD secara tidak transparan. Salah satu surat dikeluarkannya adalah tenaga outsourcing untuk melakukan Monitoring Perkembangan Situasi Politik di daerah terkait Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024 di Kabupaten Kolaka Timur. Hal tersebut tertuang dalam SPPD Nomor 090/41, ditandatangani pada 24 Februari 2023.
Dasar dibuat SPPD tersebut merujuk pada Permendagri Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemantauan Pelaporan dan Perkembangan Politik di daerah. Namun, pasal ini dijelaskan Juraidin bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 Pasal 5 ayat 1.
Isi pasal tersebut bahwa pekerja outsourcing tidak ada wewenang dan kewajibannya untuk melakukan perjalanan dinas. Bagi Juraidin, jika hal seperti itu tidak diputus maka akan terus berkembang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Kalau tidak segera diamputasi, tentu pasti akan ada kejahatan-kejahatan selanjutnya. Kita hanya Ingin supaya penyelenggaraan pemerintahan itu betul-betul dilakukan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada,” lanjutnya.
Secara terpisah, Harmin Ramba saat dikonfirmasi tegas menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidaklah benar. Dirinya memastikan SPPD yang dikeluarkan memiliki dasar yang jelas dan tidak melanggar hukum. Peraturan perjalanan dinas bisa dilakukan untuk pegawai negeri, pegawai honor yang diangkat melalui surat keputusan, kemudian masyarakat yang ada SK – nya.
“Itu nggak fiktif, murni berjalan. Yang dimaksud itu pegawai honor, namun menurut Pergubnya itu bisa berjalan,” jelasnya kepada Lajur.co, Kamis (6/7/2023).
Ia bahkan secara terbuka untuk bertemu langsung dengan penuntut guna menjelaskan detail tuduhan dimaksud. Red