LAJUR.CO, KENDARI – Ikat kepala khas Bumi Anoa, atau ‘Kampurui’, menjadi ikon budaya yang dikenakan oleh tiga pasangan calon (Paslon) gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam debat yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra di Hotel Nirwana Beach, Baubau.
Debat perdana tersebut mengangkat tema Pendidikan, Kesehatan, dan Layanan Publik yang inklusif, dipandu oleh moderator Putri Viola dan disiarkan langsung di TV One, Sabtu (19/10/2024).
Paslon yang mengenakan Kampurui adalah H. Ruksamin dan Syafei Kahar, Lukman Abunawas dan La Ode Ida, serta Andi Sumangeruka (ASR) dan Ir Hugua. Sementara itu, Paslon Tina Nur Alam dan LM Ikhsan Taufik Ridwan memilih mengenakan baju dengan motif tenun berwarna kuning dan biru gelap.
Keempat paslon masing-masing mempertahankan argumen mereka ketika menghadapi pertanyaan dari panelis maupun lawan debat. Pentingnya pembangunan indeks kebudayaan di Sultra menjadi salah satu tema pertanyaan dalam debat ini.
Ketika ditanya tentang pentingnya meningkatkan indeks kebudayaan, ASR tampak minim berbicara. Tina Nur Alam menanyakan, “Indeks pembangunan kebudayaan memiliki tujuh dimensi, antara lain ekonomi budaya, pendidikan, warisan budaya, ekspresi budaya, ketahanan sosial budaya, budaya literasi, dan gender. Menurut ASR, dimensi kebudayaan mana yang paling penting dan bagaimana cara meningkatkannya?”
Menanggapi pertanyaan tersebut, ASR memilih untuk tidak menjawab langsung. Purnawirawan TNI tersebut mempersilakan pasangannya, Ir Hugua, untuk memberikan jawaban.
“Saya pikir untuk menjawab itu, saya cukup berikan wakil saya untuk menjawab,” kata ASR singkat.
Cawagub Ir Hugua kemudian memaparkan langkah strategis untuk pembangunan indeks kebudayaan di Sultra jika mereka terpilih dalam Pilgub. Mantan Bupati Wakatobi periode 2006-2016 itu menekankan perlunya sinergi antara lembaga adat dan forkopimda untuk menyelaraskan program pemerintahan.
“Kadang-kadang, banyak tindakan yang keluar dari nilai agama dan budaya. Oleh karena itu, lembaga adat, sara agama, dan sara hukum mestinya duduk bersama dengan forkopimda, karena forkopimda menjalankan tugas negara dan pemerintahan,” jelas Ir Hugua.
Data Kementerian Kebudayaan tahun 2023 menunjukkan bahwa skor Indeks Pembangunan Kebudayaan Provinsi Sultra berada di angka 55,10 persen. Skor tersebut dihasilkan dari pengukuran sejumlah indikator, termasuk angka kesiapan sekolah, persentase warisan budaya tak benda yang telah ditetapkan, serta rasio anggota parlemen perempuan terhadap laki-laki. Red