LAJUR.CO, KENDARI – Sampah plastik kini menjadi masalah lingkungan yang serius di seluruh dunia. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah plastik dapat merusak tanah, udara, dan ekosistem. Untuk mengatasi hal tersebut, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengenalkan teknik Ecobrick kepada warga Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Puuwatu.
Solusi kreatif Ecobrick dipraktikkan langsung saat kegiatan Generasi Baru Indonesia (GenBI) Generasi Baru Indonesia Universitas Halu Oleo (UHO) di TPA Puuwatu, Kota Kendari, Minggu (2/2/2025).
Ecobrick adalah cara mengolah sampah plastik dengan memasukkan plastik bekas ke dalam botol plastik hingga padat. Proses sederhana ini tidak memerlukan biaya besar namun efektif dalam mengurangi limbah plastik.
“Ecobrick hanya membutuhkan botol plastik kosong dan plastik bekas yang bersih dan kering. Plastik dimasukkan hingga padat, dan bisa digunakan sebagai bahan bangunan, furnitur, atau konstruksi modular,” ujar Kepala Tata Usaha UPTD Persampahan DLH Sultra Hamrillah, saat menjadi pemateri GenBI PeKA (Peduli, Kenali, Adukan) dengan tema “Better Earth, Better Health” di TPA Puuwatu.
Salah satu keunggulan Ecobrick adalah daya tahannya yang luar biasa. Hamrillah pernah mendemonstrasikan ketahanannya di hadapan Pejabat (Pj) Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto, dengan menguji Ecobrick yang mampu menahan beban staf seberat 80 kg.
Uji coba ketahanan Ecobrick yang mampu menyangga beban berat menbuktikan keandalan Ecobrick sebagai bahan material konstruksi.
“Tema HPSN 2025 adalah kolaborasi untuk Indonesia bersih. Giat kemarin sebagai rangkaian HPSN yang diharapakan dalam bentuk aksi bukan seremoni dan berkolaborasi dengan pemuda, masyarakat, kampus, dll,” jelas Hamrillah.
Lebih dari sekadar solusi pengelolaan sampah, Ecobrick juga menjadi bagian dari gerakan global. Setiap botol yang terisi dapat diregistrasi di platform GoBrik, yang memungkinkan sampah plastik untuk ditangani dengan lebih baik secara global. Setiap Ecobrick yang terdaftar bahkan mendapatkan nomor registrasi dan bisa menghasilkan Brickcoin, yang dapat digunakan untuk berbelanja di Brickmarket.
Meski metode ini semakin dikenal, Hamrillah mengingatkan bahwa pengelolaan sampah tidak hanya berhenti pada Ecobrick.
“Langkah pertama dalam mengurangi polusi plastik adalah dengan mengurangi konsumsi barang sekali pakai,” ujar Hamrillah.
Ia mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan plastik, seperti dengan membawa tumbler sendiri atau menghindari kemasan plastik saat berbelanja.
Selain sampah plastik, Hamrillah juga mengingatkan bahwa sampah makanan adalah penyumbang limbah terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap lebih banyak edukasi tentang cara mengolah sampah organik menjadi kompos, eco-enzyme, atau produk bermanfaat lainnya.
Sebagai contoh praktik baik, Hamrillah berbagi pengalaman mengadakan acara “Ngompos Asik Tanpa Ribet” di kantornya, yang sepenuhnya bebas sampah plastik. Seluruh sampah makanan langsung diolah menjadi kompos, sementara sampah plastik seperti bungkus permen dikumpulkan dalam botol Ecobrick.
Dengan semakin banyaknya inisiatif seperti Ecobrick, diharapkan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah plastik dan organik secara lebih bertanggung jawab dapat terus berkembang, menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan ramah bagi generasi mendatang. Adm