LAJUR.CO, KENDARI – Akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) kembali dilibatkan dalam kajian lingkungan berskala nasional. Asosiasi Ahli Lingkungan Hidup Indonesia (AALHI) menugaskan Assoc Prof. Dr. Baru Sadarun bersama tim lain turun langsung melakukan penelitian dampak banjir besar di Sumatra terhadap ekosistem laut, khususnya terumbu karang.
Penugasan AAHLI pusat dilakukan menyusul meningkatnya kekhawatiran terhadap masuknya sedimen banjir ke wilayah pesisir dan laut dangkal. Berdasarkan sejumlah kajian lingkungan, limpasan sedimen dari daratan pascabanjir dapat menurunkan kualitas perairan, meningkatkan kekeruhan, serta menghambat proses fotosintesis zooxanthellae yang sangat dibutuhkan terumbu karang.
Baru Sadarun akan diturunkan untuk melihat dan mengkaji dampak banjir terhadap kerusakan laut khususnya terumbu karang, yang dinilai cukup signifikan.
“Saya akan berangkat dan ditugaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melihat dampak banjir terhadap terumbu karang yang ada Sumatra. Sebab kita lihat laut juga cukup terdampak dalam banjir itu,” ucap Baru Sadarun, Minggu (7/12/2025).
Ia menjelaskan, terumbu karang merupakan ekosistem kunci di wilayah pesisir. Secara ekologis, terumbu karang berfungsi sebagai habitat pemijahan, tempat mencari makan, serta perlindungan bagi berbagai jenis biota laut. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan lebih dari 25 persen spesies laut bergantung langsung pada keberadaan terumbu karang.
Menurutnya, terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting sebab menjadi rumah ikan untuk bertelur, mencari makan, berkembang biak, dan tempat berlindung. Jika ekosistem terumbu karang rusak akan berakibat musnahnya biota laut.
Ia mengatakan kondisi laut dan terumbu karang sangat terikat. Jika kualitas perairan terganggu, maka terumbu karang akan mengalami kerusakan.
“Kalau lautnya bagus, terumbu karangnya juga akan bagus Ini saling berkaitan sekali dengan perairan,” tutur Baru Sadarun.
Sebagai Ketua Jurusan Ilmu Kelautan UHO, Baru Sadarun menyoroti tiga ekosistem utama yang biasanya terdampak pascabanjir, yakni mangrove, lamun, dan terumbu karang. Ketiganya memiliki karakteristik respons yang berbeda terhadap sedimen.
Menurutnya, mangrove dan lamun umumnya ketika banjir datang membawa sedimen jika jumlahnya hanya sedikit maka masih bisa dimanfaatkan sebagai nutrisi dimana akar dari tumbuhan itu bisa menyerap nutrisi dan menjadikannya semakin subur. Namun hal itu berbeda dengan terumbu karang yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
“Terumbu karang itu adalah satu-satunya ekosistem yang penyusunnya itu dari hewan, sedangkan untuk mangrove dan lamun ekosistem penyusunannya tumbuhan. Jadi sedikit saja sedimen yang masuk akan menggagu,” ungkap Baru Sadarun.
Selain sebagai akademisi UHO, Baru Sadarun juga menjabat Sekretaris Jenderal AALHI. Dalam kapasitas tersebut, ia sangat mengharapkan tim pakar lintas disiplin yang akan diberangkatkan ke lokasi bencana agar bekerja secara profesional dan berbasis data ilmiah.
“Saya sangat berharap sekali tim yang sudah hebat ini bisa melaksanakan pekerjaannya sesuai tanggung jawab dan ilmunya. Dimana mereka akan mengumpulkan data, kemudian menganalisisnya sesuai bidang kajiannya. Saya juga berharap pekerjaan itu bisa lebih cepat dan lebih bagus sehingga masalah yang dikeluhkan masyarakat bisa ada penyelesaian,” kata Baru Sadarun.
Laporan: Ika Astuti



