LAJUR.CO, KENDARI – Ketimpangan pendidikan saat ini masih ditemukan di beberapa daerah di Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra mengungkapkan bahwa presentase angka putus sekolah pada jenjang SMA/SMK sederajat masih tinggi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dikbud Sultra, Aris Badara, menyebut tren ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan akses dan partisipasi pendidikan. Saat ini, angka partisipasi pendidikan di Sultra terbilang masih jauh di bawah rata-rata nasional.
“Memang saat ini angka putus sekolah di SMA/SMK Negeri jumlahnya naik. Angka partisipasi murni juga masih di bawah nasional,” kata Aris dalam wawancara pada Kamis (10/7/2025).
Dinas Dikbud mencatat data jumlah lulusan SMP pada tahun ini mencapai 138.937 orang. Namun, daya tampung SMA dan SMK baik negeri maupun swasta hanya sekitar 1.831 sekolah.
Sementara itu, jumlah pendaftar secara online pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) hanya mencapai 34.044 orang. Sebanyak 31.122 orang dinyatakan lulus seleksi, dan hanya 26.069 orang yang melanjutkan ke tahap pengumuman.
Tingginya angka putus sekolah di Sultra, kata Aris Badara dipengaruhi berbagai faktor. Di antaranya persepsi masyarakat yang masih menganggap pendidikan bukan kebutuhan utama. Tradisi ini banyak ditemukan terutama di daerah-daerah tertinggal.
Selain itu, kondisi ekonomi keluarga juga turut memengaruhi. Menurunnya pendapatan rumah tangga kontras dengan biaya pendidikan yang dianggap semakin mahal.
“Banyak anak yang memilih membantu orang tuanya karena masih menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Juga karena pendapatan yang menurun sedangkan biaya sekolah naik, jadi diperlukan edukasi soal ini,” jelas Aris Badara.
Aris Badara menegaskan, pihaknya terus berupaya membuka akses pendidikan seluas-luasnya. Namun butuh edukasi berkelanjutan guna mengubah persepsi masyarakat soal pentingnya pendidikan bagi masa depan anak. Red