LAJUR.CO, KENDARI – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama Aisyiyah Wilayah Sultra duduk bersama membahas penguatan isu Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) atau kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial dalam arah kebijakan pembangunan di Bumi Anoa.
Pertemuan digelar pada Jumat (22/3/2024), dikemas lewat forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Perempuan dan Kelompok Rentan melibatkan berbagai organisasi perempuan, lembaga disabilitas termasuk penyandang disabilitas, kelompok lansia hingga perwakilan transgender.
Pada pertemuan tersebut, Kepala Bappeda Sultra J Robert secara khusus memaparkan isu GEDSI dan program bagi kelompok rentan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sultra yang dijabarkan pada Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) Sultra.
“Pertemuan tahap awal ini, kita mengindentifikasi masalah di tengah masyarakat, terutama terkait akses perempuan terhadap pembangunan dan kelompok rentan lainnya,” kata J Robert.
Secara substansi, lanjut Robert, program inklusi diinisiasi Aisyiyah Sultra bertujuan menyelaraskan kembali isu GEDSI yang belum diimplementasikan secara maksimal dalam perencanaan kebijakan pembangunan di daerah.
“Indeks kesetaraan gender kita baru di angka 30 persen. Ada beberapa hal seperti akses pendidikan, kesehatan, sosial hingga pekerjaan yang belum maksimal diakses oleh perempuan atau penyandang disabilitas. Hak-hak tersebut lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Untuk itu perlu adanya peningkatan kapasitas, mengubah mindset, melibatkan lintas stakeholder agar perempuan bisa memiliki akses yang sama,” jelas J Robert.
Ia mencontohkan akses perempuan terhadap pendidikan di beberapa daerah masih rendah karena faktor budaya dan sosial. Demikian juga dengan akses terhadap pekerjaan sebagian besar didominasi oleh kaum laki-laki, terutama yang telah memasuki jenjang pernikahan.
Di tingkat perencanaan, lanjut Robert, kebijakan pembangunan di Sultra sejatinya sudah mengedepankan perspektif gender. Namun, pada tataran implementasi, masih terbilang rendah karena pemahaman di tiap lembaga yang masih kurang. Inilah mengapa, lanjut Robert, kolaborasi lintas stakeholder dan organisasi menjadi sangat penting.
Hasil indentifikasi persoalan isu GEDSI dalam pertemuan bersama lembaga Aisyiyah selanjutnya menjadi bahan bagi Bappeda Sultra melakukan intervensi dan penyelarasan kebijakan yang tertuang dalam dokumen RKPD.
“Saya berharap berikan isu yang jadi bahan diskusi hasil Musrenbang ini menggali dan mengindentifikasi masalah di masyarakat terutama yang berfokus pada akses perempuan terhadap pembangunan atau kelompok rentan. Kita upayakan ini bisa diintervensi di dalam dokumen RKPD mendatang,” jelas J Robert. Adm