LAJUR.CO, KENDARI – Sebanyak 54 koleksi sejarah kuno yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat maritim masyarakat Jazirah Sulawesi Tenggara (Sultra) dipamerkan dalam Pameran Koleksi Kemaritiman Museum Sultra Tahun 2025. Pengunjung dapat menyelami potret kehidupan lawas peradaban masyarakat pesisir lewat aneka miniatur serta artefak sejarah kuno selama pameran.
Pameran yang bertajuk “Jejak Peradaban Laut Sulawesi Tenggara” diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra melalui UPTD Museum dan Taman Budaya yang berlangsung dari 19 hingga 23 Agustus 2025 di Ruang Pameran Temporer Museum Sultra.
Kurator Museum Sultra, Agung Kurniawan, mengatakan pameran ini bertujuan memperkenalkan budaya bahari Sultra kepada masyarakat, khususnya generasi muda.
“Kami ingin pelajar dan generasi Z bisa melihat langsung bukti-bukti kebudayaan kelautan nenek moyang mereka. Dengan begitu, mereka dapat menjadikannya sebagai pelajaran sekaligus menjaga warisan budaya ini untuk masa depan,” ucap Agung Kurniawan, Jumat (22/8/2025).
Dari puluhan koleksi yang ditampilkan, yang tertua dipamerkan adalah artefak gerabah yang ditemukan di Gua Liangkobori, Pulau Muna. Sementara itu, untuk koleksi yang masih digunakan hingga saat ini adalah Bagan, baik Bagan Tancap maupun Bagan Jalan. Keduanya berfungsi sebagai alat penangkap dan pemelihara ikan yang hingga kini masih dimanfaatkan oleh para nelayan di daerah Soropia. Arsitektur bagan kuno masyarakat pesisir Sultra tersebut ditampilkan dalam bentuk miniatur.
“Yang membedakan itu kalau yang bagan jalan ini bisa dipindahkan, kalau yang bagan tancap ini dia paten, ditempatkan di sekitar perairan pantai,” tutur Agung Kurniawan.
Ia menambahkan, sebagian besar koleksi yang dipamerkan ditemukan di Konawe, khususnya Soropia, serta di Wakatobi, Pulau Muna, dan Pulau Buton.
“Di Wakatobi kita banyak menemukan koleksi-koleksi yang berupa biota laut seperti hewan laut dan tumbuhan laut serta kerang-kerang banyak ditemukan disanah,” Kata Agung Kurniawan.
Pameran ini juga menjadi agenda rutin yang digelar Museum setiap tahun dengan tema berbeda. Sebelumnya, museum pernah menghadirkan pameran senjata, dapur tradisional, keramik, hingga biologi. Dimana sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 mengenai ruang pameran temporer.
“Setelah masa pameran selama satu minggu, koleksi-koleksi ini akan kami kembalikan ke tempat penyimpanan (store). Beberapa koleksi yang memang dibutuhkan akan kami pamerkan di gedung pameran tetap,” ujar Agung Kurniawan.
Untuk menarik minat pengunjung, pihak museum memanfaatkan berbagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok. Mereka juga menyebarkan pamflet (leaflet) dan undangan ke berbagai sekolah di Bumi Anoa yang bertujuan mendorong para pelajar untuk datang dan mempelajari warisan budaya maritim.
Agung berharap, pameran ini menjadi pintu bagi masyarakat untuk lebih dekat dengan museum dan menjadikannya sebagai ruang saranan atau media edukasi untuk mempelajari kebudayaan di Sultra.
“Dengan berkunjung, masyarakat bisa memahami peninggalan-peninggalan dari empat suku asli Sulawesi Tenggara yakni Suku Muna, Moronene, Buton, dan Tolaki tanpa perlu berkeliling ke seluruh daerah. Cukup datang ke museum, semua peninggalan bisa dilihat langsung,” ujar Agung Kurniawan.
Laporan : Ika Astuti