LAJUR.CO, KENDARI – Ketua Bidang IX BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) Ikhsan Jamal memberikan apresiasi tinggi terhadap komitmen Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae yang memastikan proyek pembangunan jembatan penghubung Muna-Buton tetap berlanjut.
“Pembangunan jembatan tersebut merupakan langkah strategis yang sangat krusial dalam membuka konektivitas dan menggerakkan roda ekonomi kawasan kepulauan di Sultra, khususnya Pulau Muna dan Pulau Buton yang selama ini mengalami keterbatasan infrastruktur,” kata Ikhsan, Minggu (13/7).
Menurutnya, Jembatan Muna-Buton bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga merupakan penggerak utama perekonomian kawasan.
“Kami di HIPMI melihat ini sebagai momentum penting untuk membuka investasi dan memperluas aktivitas usaha di wilayah kepulauan,” ujarnya.
Ikhsan menambahkan, jembatan yang dirancang melintasi Selat Tiworo ini diproyeksikan memiliki panjang sekitar 9–12 kilometer (km) dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai Rp4,5–6 triliun.
Proyek ini sebelumnya telah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun pelaksanaannya masih tertunda karena skema pembiayaan yang belum final.
Saat ini, pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR tengah menjajaki berbagai skema pembiayaan alternatif, seperti pinjaman luar negeri berbunga rendah atau skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan melibatkan investor swasta.
Sementara itu, data ekonomi daerah menunjukkan, kontribusi sektor perdagangan, pertanian, dan perikanan dari Muna dan Buton terhadap PDRB Sultra cukup signifikan. Berdasarkan data BPS, PDRB Kabupaten Muna tahun 2023 tercatat sebesar Rp10,2 triliun, sedangkan Kabupaten Buton mencapai Rp8,7 triliun. Namun, tingkat pertumbuhan ekonomi masih tergolong moderat akibat keterbatasan akses distribusi.
“Konektivitas darat antar-pulau akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di kedua kabupaten, terutama di sektor logistik, perdagangan antarwilayah, serta distribusi hasil bumi dan laut,” jelas Ikhsan.
Ia menilai bahwa pembangunan jembatan ini akan memicu tumbuhnya sentra UMKM baru dan menarik investasi di sektor pariwisata, perikanan, industri rumahan, hingga infrastruktur pelabuhan darat.
Beberapa keuntungan ekonomi yang diperkirakan muncul antara lain penurunan biaya logistik hingga 30–40% bagi pelaku usaha lokal, serta peningkatan volume perdagangan antarwilayah dari rerata 300 ton/hari menjadi estimasi 700–1.000 ton/hari setelah jembatan beroperasi. Selain itu, pertumbuhan sektor jasa seperti transportasi, penginapan, kuliner, dan perdagangan ritel di sekitar wilayah jembatan juga akan terdorong.
“Kami berharap pemerintah pusat tidak hanya membangun jembatan, tetapi juga mengembangkan kawasan ekonomi baru di sekitar wilayah penghubung, agar pertumbuhan ekonomi dapat lebih merata,” ujarnya.
Sebelumnya, Ridwan Bae menyatakan bahwa meskipun terbentur keterbatasan anggaran APBN, pemerintah tidak akan tinggal diam dan akan terus mencari jalan agar proyek ini bisa segera dimulai. Bahkan, jika mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), realisasi pembangunan diproyeksikan masuk dalam periode 2025–2030.
“Kalau hanya berharap dari APBN, bisa saja proyek ini molor hingga 2050. Tapi dengan dukungan politik, investor, dan kesadaran semua pihak, kita bisa percepat,” tegas politisi Senayan asal Sultra tersebut.
Ikhsan pun menegaskan, HIPMI Sultra siap menjadi mitra strategis dalam mendorong partisipasi swasta dan menjembatani kepentingan investasi nasional ke wilayah Sultra, agar manfaat proyek ini dirasakan langsung oleh masyarakat dan pelaku ekonomi lokal.
“Pembangunan Jembatan Muna-Buton merupakan bagian penting dari strategi pemerataan pembangunan Indonesia Timur. Dengan memastikan proyek ini terealisasi, pemerintah tidak hanya membangun konektivitas fisik, tetapi juga menjembatani kesenjangan ekonomi yang selama ini membelenggu kawasan kepulauan di Sultra,” tutupnya. Adm