LAJUR.CO, KENDARI – Nama Wali Kota Kendari Siska Karina Imran kini santer disebut masuk dalam pusaran dugaan korupsi anggaran makan dan minum sekretariat daerah Pemkot Kendari tahun 2020. Informasi tersebut terkuak saat sidang pemeriksaan saksi Asnita Malaka, di Pengadilan Tipikor Baruga, Kota Kendari Kamis, (26/6/2025).
Asnita Malaka tak lain adalah mantan asisten pribadi wali kota perempuan pertama di Kota Kendari Siska Karina Imran, saat masih menjabat Wakil Wali Kota Kendari mendampingi Sulkarnain Kadir.
Siska duduk sebagai Wakil Wali Kota Kendari menggantikan suaminya lantaran ditangkap KPK karena terlibat korupsi.
Asnita merupakan salah satu dari 7 saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Kendari untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa yakni eks Sekda Kota Kendari, Nahwa Umar, Ariyuli Ningsih Lindoeno, dan Muchlis.
Dikutip dari matalokal.com, Asnita mengaku, dirinya merupakan staf pribadi Siska Karina Imran saat menjabat Wakil Wali Kota Kendari 2020 lalu.
“Dulu sebagai stafnya ibu Siska, dulu wakil wali kota. Sekarang Wali Kota Kendari,” ujar Asnita menjawab Muswanto.
Asnita sempat mengaku tidak pernah diperintah politikus Nasdem tersebut. Namun, karena ia diminta berkata jujur oleh kuasa hukum, hingga akhirnya Asnita mengubah keterangannya.
Menurut Asnita, ia diperintah Siska Karina Imran untuk mengambil uang makan dan minum Setda Pemkot Kendari kala itu meskipun anggarannya sudah habis.
“Bu, sudah tidak adami uang makan minum, katanya (Siska) carikan mi saja yang bisa diambil,” beber Asnita di hadapan majelis hakim yang dipimpin Arya Putra Negara Kutawaringin.
“Perintahnya siapa untuk mencubit-cubit,” tanya Muswanto. “Dari ibu langsung. Siska Karina,” tegas Asnita.
Diwawancarai terpisah, Muswanto mengatakan, dalam fakta persidangan, saksi Asnita mendapatkan uang yang diminta istri mantan Wali Kota Kendari, Adriatma Dwi Putra tersebut.
Uang tersebut senilai Rp 28 juta diserahkan secara tunai dan melalui transfer ke rekening pribadi Wali Kota Kendari ” Rp 28 juta per bulan, dikali selama 10 bulan,” ujar Muswanto.
Tak sampai di situ, atas desakan Siska Karina Imran, Asnita bekerjasama dengan salah satu toko seluler Cahaya Cell untuk membuat nota fiktif senilai Rp 10 juta
Nota fiktif ini diambil Asnita lalu disetorkan ke bendahara Setda Pemkot Kendari untuk dicairkan. “Uangnya diserahkan oleh Asnita ke Siska Karina Imran,” jelas Muswanto.
Muswanto menegaskan, seluruh rangkaian korupsi yang merugikan negara Rp 444 juta tersebut atas perintah, Siska Karina Imran.
Dalam dakwaan JPU, Nahwa Umar, Ariyuli Ningsih Lindoeno, dan Muchlis melakukan penggelapan dalam jabatan dengan memanipulasi laporan pertanggungjawaban anggaran untuk 5 item kegiatan pada 2020 lalu.
Kelima anggaran kegiatan itu yakni penyediaan jasa komunikasi, air dan listrik, kegiatan percetakan dan penggandaan, makan dan minum, penyediaan jasa pemeliharaan serta perizinan kendaraan dinas di Setda Pemkot Kendari.
“Dari lima item ini, salah satunya uang makan dan minum. Fakta dalam persidangan, seluruh uang makan dan minum diambil Siska Karina Imran,” tegasnya.
Nahwa Umar, menurut Muswanto, orang yang dikambinghitamkan. Sebab, tidak ada peran yang dilakukan eks Sekda Kota Kendari tersebut.
“Dari keterangan 20 saksi yang dihadirkan oleh JPU, selama dua kali sidang, tidak ada sama sekali perbuatan dari bu Nahwa. Bukti yang ditunjukkan jaksa, tidak ada kwitansi yang ditandatangani Bu Nahwa,” kata Muswanto.
Atas fakta persidangan tersebut, Muswanto pun meminta hakim PN Tipikor Kendari untuk menghadirkan Wali Kota Kendari dalam sidang lanjutan untuk dikonfrontir dengan Asnita Malaka.
Dihubungi terpisah, Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran membantah keterangan Asnita, mantan staf pribadinya.
“Saya tidak pernah memerintahkan siapapun untuk mengambil apapun itu,” ucap Siska kepada matalokal.com, saat dihubungi via WhatsApp, pada Jumat, (27/6/2025).
Sementara itu, uang Rp 28 juta tersebut merupakan anggaran makan minum yang merupakan haknya sebagai Wakil Wali Kota Kendari kala itu.
“Dan resmi dalam DPA (dokumen pelaksanaan anggaran) yang diterima selama menjabat, baik wali kota maupun. wakil di biayai negara,” ujar Siska.
Anggaran itu seperti halnya anggaran makan rumah jabatan, operasional, kesehatan, BBM dan lainnya semuanya dibiayai negara. “Uang makan rujab, uang oprasional, uang kesehatan, bbm, itu dibiayai negara,” tegasnya.
Terkait permintaan kuasa hukum Nahwa Umar untuk menghadirkan dirinya dalam persidangan, Siska Karina Imran tak menjawab.
Sebelumnya, mantan Sekda Pemkot Kendari Nahwa Umar ditetapkan sebagai tersangka korupsi anggaran sekretariat daerah (setda) tahun 2020 senilai Rp 444 juta.
Tak hanya itu, jaksa Kejari Kendari juga menetapkan dua ASN Pemkot Kendari bernama Ariyuli Ningsih Lindoeno serta Muchlis sebagai tersangka.
Ariyuli Ningsih Lindoeno merupakan Bendahara Pengeluaran Setda Kota Kendari pada 2020 lalu. Saat ini sebagai ASN di Dinas Kominfo Kota Kendari. Sementara Muchlis pembantu bendahara pengeluaran Bagian Umum Setda Kota Kendari.
Tersangka Ariyuli ditahan di Lapas Perempuan Kendari usai diperiksa sebagai tersangka. Muchlis dititip di Rutan Kelas II B Kendari. Sementara, Nahwa Umar belum ditahan karena mangkir dari panggilan penyidik karena alasan sakit.
Kasi Pidsus Kejari Kendari, Enjang Slamet mengatakan, ketiga tersangka ini melakukan dugaan korupsi berupa penggelapan dalam jabatan dengan memanipulasi laporan pertanggungjawaban anggaran untuk 5 item kegiatan pada 2020 lalu.
Kelima anggaran kegiatan itu yakni penyediaan jasa komunikasi, air dan listrik. Selanjutnya kegiatan percetakan dan penggandaan, makan dan minum, penyediaan jasa, pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas di Setda Pemkot Kendari.
“Pencairan anggaran telah direalisasikan, namun berdasarkan fakta penyidikan, terdapat beberapa kegiatan sama sekali tidak dilaksanakan tapi dibuat pertanggungjawaban secara fiktif,” ujar Enjang.
Di samping itu, para tersangka ini bersekongkol membuat laporan pertanggungjawaban anggaran yang tidak sesuai dengan kegiatan.
Menurut Enjang, Nahwa Umar sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), diduga turut memerintahkan bendahara pengeluaran Ariyuli dibantu Muchlis untuk membuat laporan pertanggungjawaban anggaran fiktif.
“Berdasarkan fakta penyidikan dari alat bukti yang kami kumpulkan, (Nahwa Umar) diduga mengetahui kegiatan ini. Terkait dia turut menikmati (hasil korupsi), berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, yang bersangkutan pastinya menikmati,” tegasnya.
Kasus rasuah ini mulai diselidiki sejak 2024, diawali laporan masyarakat. Sejauh ini, jaksa telah memeriksa 37 saksi. Sementara perhitungan kerugian keuangan negara diketahui lewat audit BPKP.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ketiga tersangka terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan paling singkat 4 tahun,” tandasnya. Adm