LAJUR.CO, KENDARI – Komisi II DPR RI meminta masukan resmi dari empat kabupaten utama di Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai bagian dari proses finalisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten dan Kota. Permintaan itu disampaikan dalam kunjungan kerja Komisi II ke Kendari, Kamis (17/7/2025), yang diterima langsung oleh Wakil Gubernur Sultra Hugua di Ruang Pola Kantor Gubernur.
Rombongan Komisi II dipimpin Mohammad Toha dan diikuti oleh anggota lintas fraksi, antara lain Taufan Pawe dari Fraksi Golkar, Fauzan Khalid dari Fraksi NasDem, Ali Ahmad dari Fraksi PKB, Aus Hidayat Nur, serta Rusda Mahmud. Dalam kunjungan itu, Komisi II menyoroti empat kabupaten utama yakni Muna, Buton, Konawe, dan Kolaka, yang pembentukannya berdasarkan regulasi terdahulu dan kini perlu disesuaikan dengan ketentuan konstitusi UUD 1945.
Dalam sambutannya, Mohammad Toha menyampaikan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari tugas Panitia Kerja (Panja) RUU untuk menghimpun masukan dari pemerintah daerah, termasuk aspek sejarah, budaya, dan kekhususan wilayah yang belum diakomodasi dalam regulasi nasional. “Tujuan utama kami datang ke Sultra adalah untuk menghimpun masukan dari pemerintah provinsi dan kabupaten terkait substansi RUU, termasuk kekhususan historis dan budaya di masing-masing daerah. Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan sejarah yang luar biasa, termasuk keberadaan kerajaan dan kesultanan yang belum banyak diakomodasi dalam regulasi nasional,” ujar Toha.
Dalam sesi diskusi, pemerintah daerah menyampaikan berbagai aspirasi yang relevan. Kabupaten Muna, misalnya, menekankan pentingnya penetapan Hari Jadi Daerah sebagai bentuk legitimasi sejarah, sekaligus menyoroti karakteristik wilayah kepulauan yang memerlukan perlakuan khusus dalam tata kelola pemerintahan.
Dari Buton, Wakil Bupati menekankan pentingnya pengakuan sejarah Kesultanan Buton sebagai bagian dari warisan nasional serta mendukung aspirasi pembentukan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton). Ia juga mengkritisi kebijakan penggunaan aspal impor, sementara potensi Aspal Buton belum diberdayakan secara optimal di daerahnya sendiri.
Sementara itu, perwakilan Kabupaten Konawe mengangkat persoalan administratif terkait satu desa di Kecamatan Routa yang secara historis dan administratif berpindah ke wilayah Morowali, Sulawesi Tengah. Perpindahan itu terjadi karena absennya biro pemerintahan Provinsi Sultra dalam sidang batas wilayah.
Adapun Kabupaten Kolaka menyampaikan pentingnya penguatan identitas budaya Kerajaan Mekongga sebagai entitas historis yang memiliki kontribusi besar dalam sejarah lokal dan perlu masuk dalam pertimbangan RUU.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Wakil Gubernur Hugua memaparkan tentang dinamika pemekaran dan sejarah kerajaan di Sultra. Ia mengatakan, Buton memiliki landasan historis yang sangat kuat, sejajar dengan kerajaan-kerajaan besar lain di Nusantara.
“Buton adalah kerajaan besar yang berusia lebih dari 400 tahun dan berperan penting dalam sejarah Nusantara. Jika Ternate dan daerah lain sudah menjadi provinsi, maka secara historis Buton pun sangat layak untuk itu,” tegas Hugua.
Terkait dengan status Pulau Kawi-Kawia yang menjadi sengketa antara Sultra dan Sulawesi Selatan (Sulsel) Hugua menegaskan dari sisi regulasi dan hukum, tidak ada lagi perdebatan yang sah.
Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan yang memasukkan Pulau Kawi-Kawia sebagai bagian dari wilayah Buton Selatan, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-VI/2018 yang memperkuat dasar hukum tersebut.
“Jadi secara hukum dan konstitusi, tidak ada lagi ruang perdebatan. Mahkamah Konstitusi adalah institusi tertinggi dalam penegakan konstitusi. Maka, keputusan tersebut harus dihormati dan dilaksanakan,” tegasnya.
Ia menekankan, pengkodean administratif wilayah oleh Kementerian Dalam Negeri yang belum disesuaikan dengan putusan MK dan undang-undang harus segera diperbaiki agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
Menutup sesi diskusi, Mohammad Toha kembali menegaskan seluruh masukan dari daerah akan menjadi bagian penting dalam penyusunan dan penyempurnaan RUU. Ia menyatakan bahwa kekayaan sejarah dan budaya di Sultra, terutama di empat kabupaten utama, merupakan karakteristik unik yang harus diakomodasi secara konstitusional.
“Termasuk soal Pulau Kawi-Kawia, kami mengakui bahwa dasar hukum yang ada UU dan putusan MK sudah sangat jelas. Maka itu harus menjadi bagian dari konsideran dalam penyusunan RUU ini,” ujarnya kepada media.
Toha mengatakan dari total 254 daerah yang masuk dalam pembahasan RUU Kabupaten/Kota, sebanyak 132 daerah telah selesai, dan tersisa 112 yang masih dalam tahap penyempurnaan. Komisi II DPR RI berkomitmen menyelesaikan seluruhnya pada masa sidang berjalan bersama mitra kementerian dan lembaga terkait.
Rangkaian kunjungan kerja ini menjadi momentum strategis bagi empat kabupaten utama Sultra untuk memperkuat posisi historis dan konstitusionalnya dalam kerangka negara kesatuan. Pemerintah provinsi dan kabupaten diharapkan segera merampungkan dokumen tertulis sebagai bahan sah dalam pembahasan lanjutan di tingkat pusat. Adm