Uang sitaan Kejati dari penindakan kasus penambangan ilegal di Sultra mencapai total Rp59,5 miliar.
LAJUR.CO, KENDARI – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatatkan rekor tinggi setoran uang dari hasil penindakan kasus tambang ilegal. Hingga April tahun 2023, total Rp59.547.507.553 dikumpulkan sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari dua kasus tambang ilegal.
Kepala Kejati Sultra Patris Yusrian Jaya merinci, sitaan tertinggi berasal dari PT Anugerah Tambang Raya sebesar Rp 52 miliar. Kedua berasal dari PT Bososi Pratama.
“Yang pertama itu Rp7 miliar dari perkara atas nama korporasi yaitu PT Bososi Pratama yang telah diputus bersalah melakukan tindak pidana yang diatur pada Pasal 98 Ayat 3 juncto Pasal 19 huruf b UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Unaaha Nomor 8/fit.d/LH/2021/PNUNH tanggal 17 Maret 2021,” kata Patris.
Khusus perkara PT Bososi diputus olehPengadilan Negeri Unaaha, dimana perusahaan diharuskan membayar denda Rp7 miliar.
“Dan pada hari ini denda Rp7 miliar itu telah kami lakukan eksekusi dan akan kami setor ke kas negara,” katanya saat menggelar konferensi pers.
Pada kasus kedua dengan nominal tertinggi, PT Anugerah Tambang Raya terpaksa berperkara dengan Kejati Sultra lantaran tidak memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan namun tetap aktif menambang.
“Penindakan dilakukan berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 pada pasal 110b dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” rinci Patris.
Dia menegaskan pada prinsipnya UU tersebut mengatur kegiatan pertambangan di kawasan hutan dan belum mempunyai perizinan dikenakan denda administratif.
“Setelah ditutup oleh tim penyidik didapat hitungan Rp52.547.507.553 hasil yang telah diambil oleh perusahaan ini dari kawasan hutan sehingga semuanya kita sita dalam arti kita minta dibayarkan sebagai PNBP,” jelasnya.
Lebih lanjut Patris menjelaskan, dalam kasus Rp52 miliar lebih tersebut, PT Anugerah Tambang Raya bekerja sama dengan PT Kaci Purnama Indah dan PT Astima Konstruksi telah melakukan kegiatan pertambangan secara melawan hukum dengan tindak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan atau IPPKH.
Kata dia, dari hasil pertambangan yang tidak memiliki izin pemakaian kawasan hutan tersebut telah menghasilkan beberapa bahan tambang dan telah dihitung oleh pihaknya, dimana nilai yang telah di keruk atau ditambang itu adalah Rp52 miliar lebih.
“Untuk itu Kejaksaan telah melakukan penindakan hukum dan uang ini sebagai pendapatan negara bukan pajak atau PNBP yang nantinya akan disetor ke kas negara,” pungkas Patris. Adm