OPINI

Pertahanan atau Eksploitasi? Menimbang Rasionalitas Pembangunan Yonif TP di Hutan Lindung Warangga

×

Pertahanan atau Eksploitasi? Menimbang Rasionalitas Pembangunan Yonif TP di Hutan Lindung Warangga

Sebarkan artikel ini

Penulis : 

Faidzul Abror Mustafa

(Pembelajar Studi Kebijakan Publik dan Governansi Universitas Indonesia)

Rencana Pemerintah untuk membangun Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, memicu perhatian dan diskusi hangat di tengah publik. Bukan karena masyarakat menolak penguatan pertahanan nasional, tetapi karena lokasi yang dipilih justru berada di kawasan Hutan Lindung Warangga, ruang hidup ekologis yang sangat penting bagi masyarakat setempat.

Hutan yang Jadi Identitas
Warangga bukan sekadar hamparan pepohonan di peta kehutanan, melainkan merupakan salah satu paru-paru ekologi sekaligus bagian integral dari identitas kultural masyarakat Muna. Kawasan ini menjadi hulu dari Sungai Jompi, sumber air utama bagi ribuan warga, khususnya di kota Raha. Selain itu, di wilayah tersebut tumbuh jati Muna, pohon legendaris yang telah lama menjadi simbol kebanggaan daerah serta merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.

Celakanya, keindahan Warangga sudah lama terekploitasi dengan aktivitas penebangan pohon jati secara masif dengan dalih kepentingan ekonomi, yang telah menggerus fungsinya dan melemahkan daya dukung ekologis kawasan tersebut. Alih-alih memulihkan kawasan hutan beserta ekosistem melalui reboisasi, restorasi ekologi terpadu, pengembangan agroforestri, ataupun konservasi berbasis masyarakat, pemerintah justru menetapkan kawasan lindung ini sebagai lokasi markas militer baru. Jika diteruskan, langkah ini bisa menjadi babak baru dalam rentetan sejarah perusakan Hutan Warangga, namun kali ini dengan tujuan yang berbeda, yaitu pembangunan pertahanan.

Rasionalitas yang Patut Dipertanyakan
Tak ada yang menyangkal pentingnya memperkuat pertahanan nasional. Namun pemerintah seharusnya memperluas kerangka rasionalitas kebijakan pertahanan dan ketahanan pangan dari sekadar kepentingan sektoral. Tidak semestinya ukuran keberhasilan didasarkan hanya pada satu atau dua kepentingan saja; dalam konteks ini, kepentingan sektoral militer ataupun aktivitas ketahanan pangan. Pemilihan kawasan hutan Warangga yang menjadi salah satu titik sentral dalam siklus ekologis masyarakat Muna seharusnya mempertimbangkan keseimbangan antara keamanan nasional dan keberlanjutan ekologis.

Pembangunan ini memicu kerusakan permanen pada kawasan hutan Warangga, yang akan mengikis modal alam (natural capital) yang tak ternilai harganya. Degradasi ini tidak hanya mengancam keberlanjutan siklus air dan kesuburan tanah yang krusial bagi ketahanan pangan lokal, tetapi juga dapat memicu konflik sumber daya di masa depan akibat kelangkaan air bersih dan lahan subur.

Pemerintah seharusnya memahami bahwa keamanan ekologis adalah bagian dari keamanan nasional. Hutan yang lestari akan menjamin ketersediaan aliran air bersih, udara sehat, dan ketahanan pangan, tiga hal mendasar bagi stabilitas sosial dan ekonomi bangsa. Jika Warangga rusak, dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga pada kehidupan sebagian masyarakat Muna yang bergantung pada ekosistemnya.

Masalah Tata Kelola dan Legitimasi
Lebih lanjut, dalam keputusan ini penting untuk disoroti adalah proses pengambilan keputusan. Penetapan lokasi Yonif TP di kawasan lindung dengan luas 995,128 hektare, cenderung dilakukan secara top-down, tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas, akademisi, maupun organisasi lingkungan. Padahal, kebijakan publik yang menyangkut ruang hidup seharusnya diambil secara partisipatif, transparan, dan berbasis bukti.

Secara hukum, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sudah jelas menyebutkan bahwa kawasan hutan lindung tidak dapat dialihfungsikan tanpa mekanisme pelepasan kawasan yang sah. Jika prosedur ini tidak dilakukan secara terbuka dan sesuai aturan, kebijakan ini bisa berpotensi menabrak prinsip legalitas dan akuntabilitas.

Pertimbangan Alternatif Lebih Bijak
Pemerintah pusat dan daerah masih memiliki ruang untuk meninjau ulang keputusan penetapan lokasi Yonif TP di Warangga. Revisi kebijakan ini penting agar pembangunan pertahanan tetap berjalan, namun tidak bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan, dengan membuka pembahasan ulang yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, hingga masyarakat Muna sendiri guna menentukan lokasi yang lebih strategis dan tidak berstatus kawasan lindung yang bisa mengganggu kelangsungan hidup ekosistem yang bergantung di dalamnya.

Proses tersebut perlu disertai kajian dampak lingkungan yang menyeluruh (AMDAL) dan dilakukan secara terbuka serta dapat diakses oleh publik. Dengan begitu, keputusan akhir tidak hanya sah secara administratif, tetapi juga legitimate di mata masyarakat. Lebih dari itu, transparansi dan kehati-hatian dalam proses ini menjadi langkah penting untuk memastikan keberlangsungan fungsi ekologis Hutan Lindung Warangga, sehingga upaya pembangunan tidak justru mengorbankan keberlanjutan sumber daya alam yang menjadi penopang kehidupan masyarakat sekitar.

Pendekatan seperti ini akan memperkuat kepercayaan publik sekaligus memastikan bahwa pembangunan pertahanan benar-benar berpihak pada prinsip keberlanjutan sosio-ekologis dan tata kelola yang baik.

Pertahanan Sejati: Melindungi Rakyat dan Alamnya
Kita tentu sepakat, pertahanan negara adalah hal mutlak. Namun pertahanan sejati bukan sekadar barak, senjata, atau pasukan. Pertahanan sejati adalah ketika negara mampu melindungi rakyat dan sumber kehidupannya secara bersamaan.

Keputusan terkait pengalihan fungsi kawasan Hutan Warangga bisa menjadi momentum penting untuk mempertanyakan apakah pemerintah akan menunjukkan kedewasaan dalam mengelola kebijakan publik yang berkeadilan ekologis, atau justru mengulang kesalahan lama dengan mengorbankan alam demi ambisi pembangunan.

Hutan bukan musuh pembangunan dan juga bukan ruang tanpa ekosistem. Justru, tanpa hutan yang sehat, pembangunan tak akan punya dasar yang kokoh. Sebab, sekuat apa pun pasukan, negara akan rapuh tanpa alam yang menopangnya. Jika kita tidak menjaganya, pada akhirnya kawasan hutan Warangga hanya akan menjadi cerita indah yang akan dikenang bahwa Kabupaten Muna pernah memiliki kawasan hutan dengan produksi jati terbaik di zamannya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x