LAJUR.CO, KENDARI – Dinamika suksesi Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) periode 2025–2029 mulai menghangat. Sejumlah nama bermunculan, termasuk sosok akademisi yang kini banyak disebut sebagai kandidat kuat, Assoc Prof. Dr. Baru Sadarun, SPi, MSi, Ketua Jurusan Ilmu Kelautan UHO.
Ia adalah satu dari sederet akademisi UHO yang mengukir prestasi baik di tingkat nasional hingga kancah internasional. Di kalangan akademisi, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu dikenal sebagai pakar terumbu karang
Munculnya nama Baru Sadarun sebagai bakal calon rektor bukan lahir dari ambisi pribadi. Dorongan kuat tampil meramaikan suksesi Pemilihan Rektor (Pilrek) UHO datang dari para kolega, akademisi, hingga mantan petarung rektor sebelumnya.

Ia mengaku, awalnya hanya diminta membantu mendorong rekan-rekan sesama akademisi untuk tampil. Namun suara sesama akademisi di akar rumput kadung mengarah ke dirinya.
“Awalnya saya sebenarnya lebih mendorong ke teman-temannya untuk bergabung di dalam kegiatan ini. Tapi ternyata teman-teman lain mengharapkan saya maju juga, mungkin karena melihat kemampuan dan latar belakang saya. Jadi ini sebenarnya lebih kek arus bawah,” ucap Baru Sadarun, Senin (17/11/2025).
Baru Sadarun sendiri bukanlah wajah baru dalam kampus UHO. Di bawah kepemimpinannya, Jurusan Ilmu Kelautan berhasil meraih akreditasi Unggul serta akreditasi internasional, prestasi yang masih langka di tingkat jurusan di UHO.
Di luar kampus, rekam jejaknya tak kalah mencolok. Asesor Terumbu Karang LIPI itu tercatat sebagai penerima penghargaan internasional Man and Biosphere dari UNESCO pada 2001, sebuah penghargaan prestisius yang jarang diberikan kepada individu dari lembaga khusus PBB.
Kecintaannya terhadap dunia maritim tumbuh sejak kecil. Lahir di desa pesisir nelayan di Kabupaten Muna pada 23 Juli 1971, karakter masa kecil Baru Sadarub sangat lekat dengan kehidupan laut. Lingkungan itu pula yang mendorongnya menempuh pendidikan di bidang Teknologi Kelautan di Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Baru Sadarun tercatat memulai karier akademiknya di UHO sejak 1994. Setelah mengikuti program Bappenas, ia lantas merengkuh studi S2 dan S3 di IPB. Serangkaian penelitian yang ia lakukan membawanya dipercaya dalam berbagai program nasional sebelum kembali mengabdi di UHO sejak 2011. Hingga kini, ia telah mengabdi lebih dari 14 tahun di kampus tersebut.
Penelitian Baru Sadarun pada 1998 menempatkannya sebagai salah satu pionir teknik transplantasi karang di Indonesia, metode yang kini digunakan luas oleh berbagai kementerian dan lembaga konservasi. Prestasi ini membuka jalannya bergabung selama lebih dari satu dekade di Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengampu jabatan strategis hingga bertanggung jawab pada program nasional konservasi terumbu karang.
Hingga kini, pendiri ISTDA tersebut masih aktif sebagai Tenaga Ahli Ekosistem Terumbu Karang di Kementerian Kelautan dan Perikanan RI serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Dengan latar belakang akademik, pengalaman birokrasi, hingga reputasi internasional yang dimilikinya, tak heran jika namanya kini menjadi salah satu figur yang paling diperhitungkan dalam suksesi Rektor UHO 2025–2029.
Menatap arena Pilrektor UHO yang tinggal beberapa bulan, pendiri International Science & Technical Diving Association (ISTDA) itu mulai intens membangun komunikasi dan konsolidasi, meski tahapan resmi belum dirilis.
Ia optimistis mendapat dukungan dari rekan sejawat, termasuk beberapa tokoh yang pernah bertarung dalam Pilrektor sebelumnya.
“Kami sudah beberapa kali rapat dengan mantan-mantan petarung rektor, wakil rektor, dan tim sukses rektor sebelumnya. Mereka kemudian membentuk satu kekuatan baru dan hampir semuanya bergabung mendukung saya karena menilai saya lebih berpotensi dibandingkan kader lainnya, sehingga membuat kami cukup optimis untuk maju,” tutur Baru Sadarun.
Pria kelahiran 1971 itu memperkirakan pendaftaran calon akan dibuka Januari 2025. Sambil memperkuat dukungan di internal kampus, ia kini memfokuskan penyusunan strategi demi menata masa depan UHO melalui visi-misi yang akan dipresentasikan jika terpilih.
Menurutnya, salah satu persoalan utama UHO adalah belum maksimalnya potensi kampus sebagai BLU (Badan Layanan Umum) dalam menggali sumber pendanaan alternatif. Kampus Hijau, kata dia, memiliki peluang besar mengembangkan unit-unit produktif dan jejaring industri melalui riset terapan serta kerja sama Corporate Social Responsibility (CSR).
Ia mencontohkan pengembangan kantin produktif, layanan jasa kampus, kerja sama tenaga ahli, hingga peran perguruan tinggi dalam mendukung Pelabuhan Perikanan Samudera pelabuhan terbesar di Indonesia bagian timur.
“Seorang rektor ke depan harus dia bisa mencari sumber-sumber dana lain juga, apakah melalui kerja sama dengan dana-dana CSR atau juga mengembangkan ekonomi produktif yang ada di kampus,” kata Baru Sadarun.
Ketua Jurusan Ilmu Kelautan UHO itu menekankan pentingnya perguruan tinggi menghasilkan entrepreneur, bukan sekadar lulusan sarjana yang terpaku mengejar karier sebagai abdi negara. Katanya, pimpinan perguruan tinggi ke depan harus mengonsep entrepreneurship agar memberi contoh kepada mahasiswa dan dosen.
Visi pembangunan UHO ia rumuskan dalam tagline “KEREN”. Akronim tersebut secara konteks diinterpretasikan: Ketakwaan yang terjaga, Ekonomi kreatif dan entrepreneurship, Riset sains dan teknologi, Ekosistem yang terjaga, dan
Nasionalis tanpa kotak-kotak primordial.
Ia menegaskan, Kampus Hijau ke depan harus terbebas dari sekat-sekat primordial dan kelompok.
“Kalau saya jadi, akan hilangkan itu. Kalau kita bersama-sama, pasti kita menang. Makanya kita harus menjaga kekompakan, kebersamaan dan jangan terkotak-kotak,” ujar Baru Sadarun.
Laporan: Ika Astuti





