LAJUR.CO, KENDARI – Suasana upacara penurunan bendera pusaka merah putih di Istana Negara, Jakarta, Minggu sore (17/8/2025), berubah penuh semangat dan kejutan budaya. Hal ini terjadi saat 170 penari muda asal Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), membawakan Tari Sajo Moane.
Sajo Moane adalah sebuah tarian heroik khas Pulau Tomia, Wakatobi yang sarat makna perjuangan. Gerakan tari yang menjadi warisan leluhur ini melambangkan keberanian, kekuatan, dan keteguhan seorang pria dalam menghadapi pertempuran.
Sebelum musik dimulai, para penari serentak meneriakkan kata penuh semangat: “Leleko!”. Leleko menjadi sebuah seruan khas yang menjadi simbol kesiapan dan penyemangat dalam budaya Wakatobi.
Teriakan Leleko menggema di halaman Istana Negara dan sontak menarik perhatian seluruh tamu undangan, termasuk Presiden Prabowo Subianto yang turut menyaksikan dengan penuh antusiasme.
Seruan “Leleko” memiliki arti bersiap-siagalah, yang diteriakkan oleh andaguru selaku pimpinan pasukan tari. Aba-aba ini disahuti anggota pasukan dengan ucapan “Olele” yang berarti kami telah siap, diikuti gerakan berdiri sambil melompat.
Tari Sajo Moane sendiri merupakan tarian tradisional yang gerakannya tegas, ritmis, dan sarat filosofi, ditambah dengan penggunaan properti utama berupa parang kayu yang digunakan sebagai simbol kesiapan tempur.
Formasi 170 penari tampil dengan sangat kompak, penuh semangat, dan terkoordinasi dengan indah. Perpaduan gerak, musik tradisional yang menghentak, dan kostum adat yang khas, menjadikan pertunjukan ini sebagai salah satu momen paling berkesan dalam rangkaian upacara peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia.
Penampilan ini tak hanya menampilkan seni, tetapi juga membawa pesan bahwa budaya lokal Indonesia adalah kekuatan identitas bangsa.
Tari Sajo Moane bukan hanya sebuah pertunjukan, melainkan manifestasi semangat leluhur yang hidup dan menginspirasi generasi muda untuk terus mencintai tanah air melalui warisan budaya. Red