LAJUR.CO, KENDARI – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, mengungkapkan sekitar 20 persen remaja di Indonesia mengalami kesepian.
Menurut dia, perasaan kesepian yang meliputi remaja dapat membahayakan kesehatan mental mereka.
Kondisi ini, menjadi alasan penting untuk terus memperkuat peran Generasi Berencana (Genre).
“Remaja Indonesia kita termasuk butuh perhatian, 20 persennya itu kesepian,” kata Menteri Wihaji di Kantor BKKBN, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2025).
“Ada analisis dari salah satu media, salah satu permasalahannya adalah mereka kesepian, akhirnya lari ke mana-mana. Itu saya kira nanti bagian yang kita selesaikan.”
“Oleh karena itu, saya berharap teman-teman yang dalam kategori remaja, baik di organisasi pramuka, Genre, atau apapun, berilah contoh yang baik,” lanjutnya.
Wihaji menilai masyarakat Indonesia cenderung lebih mudah mengikuti teladan langsung.
Karena itu, peran teman sebaya sangat penting dalam membantu mengatasi masalah mental di kalangan remaja.
“Perilaku ini akan ditiru sehingga menjadi teladan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti maraknya perilaku menyimpang di masyarakat, mulai dari kekerasan akibat terlalu sering bermain gim daring hingga meningkatnya kasus Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
“Itu sedang ditunjukkan sekarang. Banyak perilaku menyimpang yang disebabkan oleh dunia gim dan media sosial.”
“Untuk itu, saya titip ke teman-teman Genre, khususnya remaja, untuk terus berhati-hati. Perilaku menyimpang ini salah satu sebabnya adalah media sosial karena remaja cenderung ingin berbeda,” paparnya.
Remaja yang Kesepian Berisiko Punya Masalah Kesehatan Mental saat Dewasa
Studi baru yang diterbitkan Journal of Adolescent Health, seperti dikutip Psypost, mengungkapkan bahwa remaja yang mengalami tingkat kesepian yang tinggi lebih mungkin mengalami depresi, PTSD, dan kondisi terkait stres di kemudian hari.
Dipimpin oleh Eric S. Kim dari University of British Columbia, Kanada, tim peneliti berusaha menyelidiki apakah kesepian di masa remaja dapat memprediksi kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang buruk di masa dewasa.
Peneliti menggunakan data dari National Longitudinal Study of Adolescent to Adult Health, yang merekrut lebih dari 11.000 remaja AS, yang rata-rata berusia 15 tahun.
Para peserta pertama kali disurvei pada pertengahan 1990-an ketika mereka duduk di kelas 7 hingga 12, menjawab pertanyaan tentang seberapa sering mereka merasa kesepian.
Kim dan rekan-rekannya kemudian menindaklanjuti mereka selama 11 hingga 20 tahun berikutnya, mengumpulkan informasi tentang 41 hasil terkait kesehatan yang berbeda, termasuk kondisi kesehatan fisik, gangguan kesehatan mental, kesejahteraan psikologis, dan hubungan sosial.
Para peserta dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan respons mereka:
- Mereka yang melaporkan jarang merasa kesepian
- Mereka yang terkadang merasa kesepian
- Dan mereka yang sering merasa kesepian
Peneliti lantas membandingkan hasil kesehatan di antara kelompok-kelompok ini sambil memperhitungkan faktor-faktor lain seperti latar belakang sosial ekonomi dan struktur keluarga.
Hasil yang paling mencolok adalah di bidang kesehatan mental.
Remaja yang mengalami tingkat kesepian yang lebih tinggi lebih mungkin didiagnosis mengalami PTSD, depresi, dan kondisi terkait stres di masa dewasa.
Mereka yang melaporkan sering merasa kesepian hampir dua kali lebih mungkin didiagnosis dengan PTSD.
PTSD adalah Post-Traumatic Stress Disorder atau Gangguan Stres Pascatrauma. Ia merupakan masalah kesehatan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Misalnya bencana, kekerasan, atau kecelakaan.
Selain PTSD, mereka juga berpeluang mengalami depresi, dan kondisi terkait stres di masa dewasa.
Meski demikian kondisi tersebut tidak mengalami dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik mereka. Adm
Sumber : Tribunnews.com