LAJUR.CO, KENDARI – Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan usai terjadi beberapa kasus keracunan setelah menyantap menu MBG di sejumlah daerah, hingga sudah 8 ribu anak sekolah harus dilarikan ke fasilitas kesehatan. Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama kementerian dan lembaga terkait bekerja sama untuk melakukan evaluasi.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan salah satu usulan rencana pencegahan keracunan selama pemberian MBG, yaitu dengan adanya kurikulum keamanan pangan.
Budi Gunadi menjelaskan, selain guru-guru di sekolah, nantinya anak-anak juga dapat diberikan pemahaman tentang makanan yang aman dan tidak aman untuk dikonsumsi.
“Anak-anak juga akan kita didik supaya mereka bisa lebih aware mengenai gizi dan pangan ini,” ucap Budi Gunadi, seperti dikutip dari YouTube DPR RI.
Menurutnya, materi pembelajaran mengenai stunting sudah pernah digarap dalam Kurikulum Merdeka besutan eks Mendikbud Nadiem Makarim. Sehingga, anak-anak turut diajarkan mengenai gizi dan keamanan pangan.
“Saya sudah ngomong sama Mendikdasmen, kalau bisa yang mengenai keamanan pangan dan gizi dimasukkan bukan hanya [di kurikulum] Merdeka Belajar. Kan boleh pilih [sebelumnya], tapi ini masukinnya sebagai wajib,” tegas dia.
Ia berharap nantinya fungsi kontrol pengawasan MBG juga bisa dilakukan oleh anak sendiri.
“Jadi, enggak usah diajarin gurunya. ‘Pak, kalau ini sudah enggak sehat, mendingan saya enggak makan’. Dan melaporkannya,” tutur Budi.
Tambahkan Indikator Progres Gizi dalam Cek Kesehatan Gratis
Dalam kesempatan yang sama, Budi Gunadi menyampaikan mulai tahun ini atau tahun depan, Kemenkes akan memasukkan indikator pengukuran gizi anak-anak dalam program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Hal ini sebagai bagian pengukuran dampak MBG melalui pengukuran status gizi dan survei gizi yang dilakukan oleh Kemenkes.
Nantinya, pengukuran antropometri peserta didik akan dilakukan setiap 6 bulan sekali oleh guru atau kader kesehatan di satuan pendidikan. Hasil pengukuran antropometri ini lalu dicatat di satuan pendidikan yang terintegrasi dengan database ASIK Cek kesehatan Gratis (CKG) Sekolah.
“Menurut UNICEF dan WHO, penimbangan 6 bulan sekali. Jadi, kita bisa masukkan CKG sekolah 6 bulan sekali, kita timbang [peserta didik] karena datanya sudah satu. Sehingga bisa membantu juga by name by address untuk memberikan feedback ke teman-teman di BGN,” jelas dia.
Selain itu, Kemenkes juga akan mengadakan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2026. Pada survei tersebut, ada bagian khusus untuk melihat progres MBG secara nasional.
“Survei tahun depan kita sudah memasukkan khusus untuk MBG. Jadi, secara nasional kita bisa melihat daerah yang sudah dikasih dan belum dikasih [MBG]. Nanti perbandingannya kita harapkan ada basis-basis data research yang bisa menunjukkan dampak MBG seperti apa. Sehingga, ini bisa dipakai untuk perbaikan kebijakan pemerintah ke depannya,” tutup dia. Adm
Sumber : Kumparan.com