LAJUR.CO, KENDARI — Suasana haru dan tepuk tangan meriah memenuhi Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama RI, Jakarta, Senin (10/11/2025). Malam itu menjadi momen membanggakan bagi insan perfilman Sulawesi Tenggara (Sultra). Dua karya film asal Bumi Anoa berhasil meraih prestasi di ajang Kompetisi Film Islami Tingkat Nasional 2025 yang digelar oleh Kementerian Agama RI.
Dua film garapan Andhy Lopes bersama Seribu Benteng Production yakni “Cahaya untuk Nur” sukses menyabet Juara 1 kategori Fiksi, sementara “Pekandeana Ana-ana Maelu” meraih Juara 2 kategori Dokumenter.
Ajang bergengsi tersebut diikuti 83 peserta dari 34 provinsi dan menjadi bagian dari rangkaian acara “The Wonder of Harmony” bertema “Merajut Cahaya Islam: Keberagaman, Cinta, dan Harapan”.

Acara yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional itu dibuka langsung oleh Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, serta dihadiri oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ubaidillah, Direktur Kekayaan Intelektual BRIN Muhammad Abdul Khaliq, dan sejumlah tokoh perfilman nasional.
Dalam sambutannya, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan apresiasi tinggi terhadap karya para sineas muda yang dinilai mampu menjadikan film sebagai media dakwah yang segar dan inspiratif.
“Karya para sineas yang memukau ini menjadi pertanda bahwa generasi muda saat ini memiliki kecerdasan yang luar biasa. Mari kita jadikan film sebagai media dakwah di era generasi milenial dan Gen Z,” ujar Nasaruddin Umar.
Sementara itu, Ketua Panitia sekaligus Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Abu Rokhmad, menegaskan bahwa kompetisi ini tidak hanya mencari pemenang, tetapi juga menumbuhkan semangat toleransi dan optimisme di tengah keberagaman.
“Melalui kegiatan ini, kita merayakan Hari Toleransi Nasional yang jatuh pada 16 November mendatang. Lewat film, para sineas menyebarkan nilai-nilai islami dan menjadi media yang memberi pencerahan bagi masyarakat,” jelasnya.
Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Kanwil Kemenag Sultra, Jamaludin turut menyampaikan rasa bangga atas capaian dua film asal Sultra tersebut. Jamaluddin sendiri menyaksikan langsung acara penganugerahan tersebut dengan dua nama sineas Sultra yang keluar sebagai pemenang.

“Kami dari Kanwil Kemenag Sultra memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada para pemenang. Kompetisi ini diikuti peserta dari seluruh Indonesia, dan dua film dari Sultra berhasil menembus jajaran juara. Semoga prestasi ini memotivasi sineas muda lainnya agar prestasi serupa terus berlanjut,” ujarnya.
Momen Haru Arie Kriting Peluk Sutradara Asal Sultra Andhy Lopes
Di tengah suasana bahagia malam penganugerahan, muncul momen haru ketika komika nasional Arie Kriting yang juga putra asli Sultra, hadir langsung memberi selamat kepada sahabat sekaligus sesama seniman, Andhy Lopes. Begitu nama Andhy diumumkan sebagai pemenang, Arie berdiri dan memeluknya di tengah tepuk tangan penonton.
“Saya datang karena saudara saya, Bang Andhy Lopes, menang. Alhamdulillah, saya senang sekali. Buat saya, kemenangan ini bukan hal yang mengejutkan, karena Bang Andhy sudah lama di dunia film hampir 15 tahun. Saya percaya proses tidak akan mengkhianati hasil,” ujar Arie dengan mata berbinar.
Arie menilai keberhasilan dua film asal Sultra sebagai bukti bahwa konsistensi dan kerja keras adalah kunci dalam berkarya.
“Banyak orang cuma lihat hasil akhirnya, tapi tidak tahu proses panjang di baliknya. Konsistensi itu penting, dan saya lihat Bang Andhy dan teman-teman punya itu. Dua film dari Sultra menang malam ini, itu luar biasa dan membanggakan,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Arie juga menyampaikan pandangannya tentang pentingnya film sebagai sarana ekspresi dan edukasi publik.
“Kementerian Agama mengambil film sebagai jalur untuk memperkenalkan kehidupan beragama di Indonesia, itu langkah yang sangat jitu. Film itu medium paling puncak, semua komponen seni ada di dalamnya. Mudah-mudahan kegiatan seperti ini terus berlanjut,” katanya.
Sutradara “Cahaya untuk Nur”, Andhy Lopes, tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Ia tak menyangka, film yang digarap dengan anggaran terbatas bisa menorehkan prestasi di kancah nasional.
“Alhamdulillah, “Cahaya untuk Nur” ini awalnya juara 1 di tingkat provinsi, dan kami tidak menyangka bisa melangkah sejauh ini. Persiapan kami lakukan dengan baik meski dengan anggaran yang pas-pasan, tapi hasilnya Alhamdulillah maksimal,” ungkapnya.
Sementara itu, Petty Hatma, dari tim produksi “Pekandeana Ana-ana Maelu”, menuturkan bahwa film dokumenter mereka terinspirasi dari tradisi memberi makan anak yatim setiap 10 Muharam.
“Kami sangat bersyukur bisa membawa nama Sultra di tingkat nasional. Film ini membawa pesan untuk menyayangi anak yatim piatu dan mengajak masyarakat peduli terhadap sesama,” ujarnya.
Kemenangan dua film asal Sultra ini menjadi cerminan tumbuhnya kreativitas sineas daerah dalam mengangkat nilai-nilai Islam ke layar. Di hadapan para tokoh nasional, prestasi ini tak hanya menjadi kemenangan Andhy dan Petty, tetapi juga simbol kebanggaan kolektif masyarakat Sultra.
Juga bagi Arie Kriting, malam itu bukan sekadar momen memberi selamat, melainkan juga momen persaudaraan dan kebanggaan satu daerah. Ia percaya bahwa dari tanah kelahirannya, lahir karya yang mampu menyinari panggung nasional.
“Melihat teman-teman menang, saya bukan cuma menyemangati mereka, tapi juga menyemangati diri sendiri. Supaya saya ingat, teman-teman saya berkarya, berarti saya juga harus terus berkarya,” tutup Arie penuh semangat. Red




