LAJUR.CO, KENDARI – Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyebut kasus gratifikasi yang menjerat Gubernur Sultra periode 2008-2018, Nur Alam (NA), sarat rekayasa. Hal ini disampaikan Margarito saat hadir sebagai panelis dalam bedah buku Memoar Nur Alam Dipaksa Salah Divonis Kalah, Senin (7/3/2022).
Sebelumnya Nur Alam didakwa telah merugikan negara sebesar Rp4,3 triliun atas tuduhan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nur Alam juga diketahui telah memperkaya diri sendiri dan koorporasi selama menjabat 01 Sultra dari tahun 2013-2018. Nur Alam yang dijatuhi vonis 12 tahun penjara kini menjalani masa tahanan di Lapas Sukamiskin Bandung.
Margarito mengatakan sejak awal, Nur Alam memang telah direncanakan untuk dilumpuhkan. Pernyataan Margarito itu bukan tanpa sebab. Ia pun gamblang mengurai kajian hukum atas vonis ganjil mantan Gubernur Sultra dua periode itu saat bedah buku Memoar Nur Alam.
“Terlihat sepintas bahwa peradilan sudah terkoordinasi. Transformasi hukum di negara ini seperti berada di negara otoriter. Hukuman seperti ini sudah diputuskan dan NA harus menjalani proses hukum itu. Hukum saat ini menjadi instrumen untuk memuaskan kekuasaan, melumpuhkan kemanusiaan. Dari semua kehebatan NA, hanya satu yang luput darinya yakni tidak cermat mengidentifikasi lawan lawannya,” papar Margarito saat konferensi pers di sela peluncuran Buku Memoar Nur Alam, Senin (7/3/2022).
Mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara tahun 2007 ini menilai jika peradilan telah gagal melaksanakan tugasnya dalam kasus gratifikasi Nur Alam. Menurut perspektif hukum, seharusnya Nur Alam bebas.
“Dari rangkaian kasus Nur Alam ini, peradilan kita gagal. Peradilan itu dimanapun di dunia ini, tujuannya tidak sekadar meluruskan hukum tetapi untuk mencegah tirani penguasa. NA dituduh melakukan gratifikasi dari rekan bisnisnya dari Thailand melalui perjanjian resmi di pengadilan,” ungkapnya.
“Sehingga jika orang yang mengerti substansi hukum pidana, maka dasar hubungan perdata antara kedua orang ini menjadi alasan pembenar bahwa tidak ada gratifikasi yang diterima oleh NA. Dari perspektif hukum, seharusnya NA bebas. Untuk alasan apapun dalam kasus ini NA tidak dapat disalahkan. Tidak ada hukumnya itu kerugian lingkungan menjadi kasus kerugian kewarganegaraan dalam kasus ini. Kalau melakukan kerusakan lingkungan, maka tangkap dia pakai UU Lingkungan,” tambah Margarito.
Pengamat sekaligus Dosen Politik UI, Ari Junaedi menimpali diterbitkannya buku memoar Nur Alam itu menjadi titik awal terkuaknya rekayasa kasus hukum yang luar biasa.
“Acara ini menjadi sangat menarik karena menghadirkan pengamat hukum yang kritis tanpa tedeng aling aling. Launching buku ini menjadi titik awal terungkapnya fakta baru adanya rekayasa dalam kasus yang menimpa Nur Alam,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, Ari Junaedi didapuk sebagai moderator dalam acara Bedah Buku Memoar Nur Alam yang ditulis oleh jurnalis senior Nameema Herawati. Adm