SULTRABERITA.ID, KENDARI – Ketua Presidium JaDI Sultra, Hidayatullah menyampaikan protes atas rencana kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok. Buruh asing yang merupakan rekrutmen PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), Morosi, Kabupaten Konawe dikabarkan tiba secara bertahap mulai 22 Juni 2020 melalui Bandara Haluoleo.
Penerapan kebijakan New Normal menjadi dalih Gubermur Sultra, Ali Mazi membuka kompromi arus masuk ratusan TKA China dinilai salah persepsi.
BACA JUGA :
- Dari Konsel, Wamen Stella Christie Lanjut Tinjau Lokasi Sekolah Garuda di Wakatobi & Konawe
- Wahyu Dhyatmika Lantik Pengurus AMSI Sultra Periode 2024-2028, Berikut Daftar Lengkapnya!
- Gubernur Sultra Sampaikan Duka Cita Tiga Jemaah Haji Meninggal di Tanah Suci
- WHO Desak Harga Minuman Manis Naik 50 Persen demi Selamatkan Jutaan Nyawa
- Bank Sultra Minta AMSI Kawal dan Jadi Kontrol Sosial Bagi Industri Jasa Keuangan
“Bapak Gubernur, saya luruskan persepsi ini bahwa yang dimaksud New normal di tengah pandemi virus corona COVID-19 adalah kehidupan normal dengan tatanan baru dimana masyarakat harus menjaga produktivitas tetapi tetap aman dari COVID-19,” cetus Mantan Ketua KPU Sultra itu.
Ia mengungkapkan masyarakat lokal lah yang menjadi sasraan konsep New Normal demi mendorong produktifitas dan ekonomi ditengah pandemi. Bukan sebaliknya memberi karpet merah pada buruh asing yang justru mencederai perasaan masyarakat.
“Lalu apa kaitan TKA dengan New Normal ? Karena subyeknya adalah masyrakat kita yang harus produktif secara ekonomi ditengah wabah pendemi Covid-19. Kalau menerima 500 TKA Cina itu mereka bukan masyrakat Indonesia yang dimaksud dalam konsep New normal. Malah terbalik karena yang produktif para TKA itu. Kalau cara berpikir seperti itu Konsepnya malah menjadi abnormal Kenapa abnormal ? karena 500 TKA itu masuk di Sultra ditengah pendemi Covid-19 ini merupakan hal yang tidak lazim dan tidak boleh terjadi tapi dibuat terjadi,” cetusnya.
“Menjadi Abnormal sehingga membangkitkan kondisi emosional, kecemasan dan depresi masyarakat Sultra yang tidak sesuai dengan situasinya,” papar Hidayatullah panjang lebar.
Inilah mengapa Hidayatullah tegas menentang kebijakan Ali Mazi meski keputusan impor tenaga asing saat ditengah wabah Corona juga telah mendapat restu dari pemerintah pusat.
Sebagai pemimpin Sultra, ia berharap Ali Mazi tak terkesan pasrah begitu saja dan menelan mentah-mentah keputusan pemerintah pusat. Apalagi hal ini mendapat reaksi penolakan keras dari masyarakat.
“Lho, Bapak Gubernur tidak boleh aneh-aneh begini statemennya. Masa iya harus masuk TKA baru bisa bergairah itu aktivitas ekonomi masyarakat kita ? Ini bukan kebijakan tapi kepasrahan seorang Gubernur akibat tekanan orang-orang di Pemerintahan Pusat dan pemodal,” ungkap Hidayatullah.
Penolakan TKA China, lanjut dia menjadi isu aktual yang menjadi perhatian dan meresahkan publik Sultra semenjak pendemi Covid-19 terjadi.
“Kita paham ini investasi tetapi kenapa kedaulatan negara dan daerah sultra bisa terinjak dengan TKA dan pemodal ini.
Bukankah tujuan dan perhatian Pemerintah lebih kepada kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan lapangan kerja untuk rakyat harus lebih diutamakan daripada tenaga kerja asing betapapun kita perlu investasi ? Apalagi ditengah pendemi Covid-19 ini. Sudahlah Bapak Gubernur jangan sakiti hati rakyat Sultra ini,” ungkap Hidayatullah.
Masalah ini mestinya disikapi serius oleh Ali Mazi dan menjadi momen bagi orang nomor satu di Sultra itu berpihak pada masyarakat. Jangan sampai atas dalih investasi, kebutuhan masyarakat akan lapangan kerja malah dikuasai asing.
“Ini soal serius bagaimana keberpihakan pemerintah pada nasib tenaga kerja sendiri yang masih banyak menganggur dan membutuhkan pekerjaan dan juga menyangkut kedaulatan negara terutama di bidang ekonomi. ini sangat mendasar karena 500 TKA sebagiannya banyak tenaga kasar, masa tenaga kasar butuh impor TKA ? Jangan sampai atas nama investasi daerah kita rugi apalagi sampai mengorbankan kebutuhan lapangan kerja masyarat Sultra sendiri. Masyarakat Sultra yang butuh lapangan kerja bukan TKA,” pungkas Hidayatullah. Adm