SULTRABERITA.ID, KENDARI – Satu orang mahasiswa asal Kota Baubau diduga menjadi korban penembakkan senjata api saat aksi demonstrasi UU Citpa Kerja Omnibus Law, Jumat 9 Oktober 2020. Hal ini dibeber LBH Posko Perjuangan Rakyat Kepulauan Buton, Kamis 15 Oktober 2020.
Tim kuasa hukum meminta Kepolisian Polres Baubau segera menindak lanjuti laporan terkait dugaan penganiayaan dengan senjata api terhadap salah seorang massa aksi bernama Nur Sya’ban. Korban yang turut dalam aksi tola UU Omnimbus Law diketahui merupakan Wakil Ketua BEM Fakultas Hukum Unidayan.
Dalam siaran pers diterima SULTRABERITA.ID, Tim Kuasa Hukum Korban (In Casu Nur Sya’ban) telah resmi memasukan Laporan di Mapolres Kota Baubau dengan Laporan Polisi Nomor : LP/413/X/RES.7.4/2020/RES.BAU-BAU tanggal 14 Oktober 2020.
Direktur Eksekutif LBH Pospera, Agung Widodo, S.H mengatakan insiden kejadian penembakan terhadap salah seorang massa aksi terjadi dalam kegiatan aksi demonstrasi menuntut penolakan Undang-Undang Omibus Law Cipta Kerja di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Baubau terjadi pada Jum’at, 9 Oktober 2020.
Aksi demonstrasi yang dilakukan beberapa elemen mahasiswa dan buruh se-Kota Baubau tersebut awalnya berjalan damai. Namun disinyalir ada penyusup dalam barisan massa aksi, sehingga aksi yang dilakukan tersebut berakhir rusuh. Terjadi aksi saling dorong antara massa aksi dengan pihak keamanan yang mengamankan jalannya aksi demonstrasi.
Saat itu, pihak keamanan mencoba menembakan peluru gas air mata untuk membubarkan massa aksi. Tak lama, ada oknum yang tidak bertanggung jawab melepaskan tembakan dengan menggunakan peluru karet. Tembakan ini persis mengenai salah seorang massa aksi pada bagian lengan kiri atas sehingga mengalami luka yang bebentuk bulatan pada bagian lengan.
“Bahwa atas peristiwa tersebut diatas, oknum tersebut telah menyalahi Standar Operasional Prosedur dalam menggunakan senjata api sehingga menimbulkan korban kekerasan. Bahwa tehadap tindakan penembakan yang dilakukan oleh oknum tersebut harus dipertanggungjawabkan secara Pidana sebgaimana dalam KUHP pasal 351 Ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951,’ ujarnya.
“Senjata api seharusnya digunakan untuk keadaan genting. Senjata api tidak boleh digunakan kecuali mutlak diperlukan dan tak bisa dihindari lagi demi melindungi nyawa seseorang. Penggunaan senjata Api dalam aksi demontrasi (red: menolak UU Omnibus Law) itu sudah di luar proporsi dan pelanggaran HAM berat,” sambung Agung Widodo.
LBH mendesak pihak kepolisian melakukan investigasi secara menyeluruh, efektif, dan independen dan mengusut tuntas kasus a quo.
“Proses hukum juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, jangan ada yang ditutup-tutupi dan direkayasa. Keluarga korban dan aktivis berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada impunitas hukum seperti yang selama ini terjadi,” tegasnya.
LBH Pospera Kepton yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Masyarakat Kota Baubau meminta Kapolri segera menangkap dan melakukan tindakan hukum penyelidikan/penyidikan terhadap oknum pelaku penyalahgunaan senjata api secara transparan, profesional dan akuntabel sebagaimana laporan yang telah dimaksukan.
“Kepada DPRD Kota Baubau menggunakan ‘kewenangan pengawasannya’ wajib mengawal proses hukum tindakan penyalagunaan senjata api yang terjadi pada saat peristiwa demontrasi di depan Kantor DPRD Kota Baubau tanggal 9 Oktober 2020,” pungkasnya. Adm