BERITA TERKINIEKOBISNASIONAL

Ancaman Mengintai di Balik Pungutan Biaya Layanan QRIS

×

Ancaman Mengintai di Balik Pungutan Biaya Layanan QRIS

Sebarkan artikel ini
Pedagang menggunakan aplikasi QRIS. Foto : Ist

LAJUR.CO, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menetapkan biaya layanan QRIS sebesar 0,3 persen yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2023. Tarif ini dikenakan bagi merchant UMKM dan tidak boleh dibebankan kepada pembeli.

Awalnya, biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS ditetapkan sebesar 0 persen atau tak dipungut hingga 30 Juni 2023.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan pengenaan tarif ini untuk mengganti investasi dan biaya operasional yang telah dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan transaksi QRIS.

“Penerapan MDR QRIS UMI ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan ekosistem penyelenggaraan layanan QRIS dalam jangka panjang termasuk meningkatkan kualitas layanan kepada pedagang dan pengguna,” ujar Erwin.

Erwin menekankan tarif yang rendah diberikan sebagai keberpihakan BI kepada pelaku usaha UMKM. Apalagi, BI tidak mengambil keuntungan dari pengenaan biaya `layanan ini.

“Kebijakan biaya MDR QRIS ditetapkan dengan mempertimbangkan keberpihakan pada pedagang UMI sehingga MDR yang dikenakan termasuk yang paling rendah dari seluruh segmen pedagang yang dikenakan MDR dan masih lebih efisien dibandingkan biaya MDR dari metode pembayaran lainnya,” jelasnya.

Baca Juga :  Sah, Motor dan Mobil Listrik Bebas PKB dan BBNKB

Namun, kebijakan ini dinilai tidak tepat karena bakal mengurangi jumlah pengguna layanan QRIS hingga memperlambat adaptasi pembayaran digital atau cashless.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pengenaan tarif layanan ini berpotensi membuat pengguna meninggalkan QRIS. Sebab, sekecil apapun biaya yang dikenakan tetap akan terasa membebani pedagang apalagi UMKM.

“Pengenaan berbagai macam biaya untuk para pedagang dan merchant pengguna layanan QRIS justru membuat aplikasi pembayaran ini menjadi kurang kompetitif dan lambat laun justru berpeluang ditinggalkan pelanggan,” ungkapnya.

Ronny menilai jika pedagang mulai enggan menggunakan QRIS karena alasan banyak potongan biaya, otomatis konsumen atau pembeli pun akan mengikuti. Sebab, percuma pelanggan memiliki QRIS tapi tak bisa digunakan karena penjual tidak menyediakan.

Selain MDR, para pedagang juga ternyata dikenakan biaya lain dalam penggunaan QRIS, seperti untuk admin atau settlement. Mengutip laman Merchant Aggregator InterActive QRIS, harga pembuatan QRIS dipatok Rp30 ribu.

Untuk biaya MDR setiap transaksi dikenakan berbeda-beda. Untuk transaksi regular besarnya 0,7 persen, transaksi pendidikan 0,6 persen, dan transaksi di SPBU 0,4 persen, terbaru transaksi di merchant UMKM 0,3 persen.

Baca Juga :    Sentil Perbankan, Menteri Teten: UMKM Tidak Punya Aset, tapi Pinjam Uang Harus Pakai Agunan

“Dalam hemat saya, QRIS semestinya tidak saja mudah digunakan, tapi juga kompetitif secara biaya, agar semua pihak nyaman menggunakannya,” imbuh Ronny.

Menurutnya, walaupun pengenaan biaya MDR ini bisa dibebankan balik ke konsumen atau berbagi beban dengan penjual, tetap akan sama-sama memberatkan. Apalagi ini tidak diperbolehkan untuk dikenakan tarif ke konsumen, maka ada kemungkinan harga barang atau makanan yang dijual bakal naik.

“Jadi pilihannya pasti lebih baik bayar in cash atau pakai aplikasi pembayaran lain yang lebih kompetitif,” kata dia.

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai pengenaan biaya ini merupakan langkah mundur karena sangat kontra dengan tujuan BI untuk mencapai sistem pembayaran non tunai di masa depan.

Pasalnya, pengenaan biaya ini akan membuat pedagang UMKM kembali ke masa lalu dengan memilih menggunakan uang tunai sebagai metode pembayaran. Padahal QRIS diharapkan bisa menjadi pembayaran lintas negara dan mendorong kebijakan cashless lebih cepat tercapai.

“Jadi ini merupakan langkah mundur yang harusnya dievaluasi kembali, harusnya tetap 0 persen biayanya sehingga masyarakat yang baru kenal QRIS pun tetap terjaga loyalitasnya dengan tetap menggunakan QRIS dalam jangka panjang dan volume transaksi bisa diharapkan meningkat,” jelas Bhima.

Baca Juga :  Jalankan Instruksi KPK, DLH Sultra 'Bina' 69 Perusahaan Patuhi Komitmen Amdal dan UKL-UPL

Bhima menjelaskan saat ini saja masih banyak pedagang UMKM yang enggan menggunakan QRIS karena dianggap merepotkan. Apalagi kalau nanti jadi ditambah biaya, maka akan makin ogah bagi pedagang untuk menggunakan pembayaran nontunai.

Selain itu, bagi pedagang yang sudah menggunakan sistem pembayaran dengan QRIS, tak menutup kemungkinan akan memberikan dua opsi pembayaran kepada pembeli.

Pertama, jika pembayaran menggunakan QRIS akan dikenakan biaya tambahan. Kedua, membayar secara tunai tanpa ada biaya tambahan.

Hal ini tentu mencerminkan bahwa kebijakan tarif MDR 0,3 persen tersebut memperlambat adaptasi cashless di Tanah Air.

“Sekarang kalau dibebankan ke UMKM, pelaku kecil, ya makin lambat adaptasi digital UMKM. Mereka pikir ketika bergeser dari uang tunai ke QRIS dan dikenakan biaya, mereka akan minta ke pembeli untuk bayar secara tunai. Ini tentu menjadi hambatan bagi pengembangan ekosistem digital Indonesia,” pungkas Bhima. Adm

Sumber : CNNIndonesia.com

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x