BERITA TERKINIEKOBISHEADLINE

Di Tengah Larangan Impor Pakaian Bekas, Penjual Thrifting Kendari Pilih Adaptasi: “Bisnis Itu Soal Branding”

×

Di Tengah Larangan Impor Pakaian Bekas, Penjual Thrifting Kendari Pilih Adaptasi: “Bisnis Itu Soal Branding”

Sebarkan artikel ini
Display bisnis pakaian impor milik Natalia, yang dipromosikan melalui laman Instagram @glamgloria.id.

LAJUR.CO, KENDARI – Larangan impor pakaian bekas terus diperketat pemerintah. Namun bagi sebagian pelaku usaha thrifting, kebijakan ini tidak serta-merta menjadi penghambat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Agustus 2025 Indonesia masih mengimpor 1,243 ton pakaian dan tekstil bekas (HS 63090000), dengan Hong Kong menjadi pemasok terbesar mencapai 388 ton.

Padahal, pemerintah sudah melarang keras impor pakaian bekas melalui Permendag Nomor 40 Tahun 2022 yang memasukkannya dalam daftar barang terlarang impor, lengkap dengan ancaman sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.

Baca Juga :  Registrasi SIM Card Berubah Total, Pemerintah Godok Aturan Baru

Di Kota Kendari, Natalia, salah satu penjual thrift rumahan yang baru dua tahun merintis usaha, mengatakan dunia thrifting saat ini menuntut pedagang untuk cepat beradaptasi.

Natalia mengakui bahwa dirinya tidak sepenuhnya menjual barang bekas, melainkan juga pakaian impor baru yang kini menjadi andalan usahanya.

“Saya juga pemula, dan saya tidak murni thrift karena banyak juga barang fashion baru yang saya jual,” ujar pemilik bisnis Glam Gloria, Senin (1/12/2025).

Berjualan dari rumah dan mengandalkan platform online, Natalia menyebut perkembangan usahanya masih tahap merintis. Namun, ia tidak melihat larangan impor pakaian bekas sebagai ancaman langsung bagi kelangsungan bisnisnya.

Baca Juga :  Firman Dani Baharuddin Resmi Pimpin GenBI UHO, Siap Hadirkan Inovasi Baru

“Terkait larangan, sebagai masyarakat hanya bisa mematuhi. Soal dampak, dari awal saya juga sudah jual pakaian impor baru. Bisnis itu soal kualitas jualan dan branding. Kalau branding kita sudah kuat, konsumen percaya,” jelasnya.

Para konsumen, lanjut Natalia tetap mencari produk yang sesuai kebutuhan dan standar kualitas, bukan semata-mata karena status “thrift”. Menurutnya, selama pelaku usaha mampu membangun reputasi, penjualan akan tetap bergerak.

Baca Juga :  Cek Fitur Baru OCTO Loan dari CIMB Niaga, Limit Pinjaman Kini Bisa Dipakai Transaksi QRIS!

“Saya jualan pakaian impor baru juga laku. Jadi tidak ada masalah dengan larangan. Ikuti alur saja. Apalagi saya jualannya hanya dari rumah. Sebagai masyarakat kecil kita hanya bisa ikuti aturan pemerintah,” tuturnya.

Cerita Natalia menggambarkan bagaimana pelaku thrift skala kecil di berbagai daerah kini mulai mengalihkan strategi dengan memperkuat kurasi produk, branding, serta memanfaatkan kanal digital.

Di tengah pengetatan regulasi, sebagian dari mereka juga tidak lagi terpaku pada barang bekas. Namun bertransformasi menjadi penjual fashion multi-segmen agar usaha mereka tetap berjalan. Red

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x