LAJUR.CO, KENDARI – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra) Prof. Aris Badara mendorong opsi rotasi kepala sekolah (kepsek) berprestasi yang bertugas di jenjang sekolah menengah atas unggulan. Kebijakan tersebut menjadi bagian strategi jitu membangun citra positif sekolah-sekolah yang masih berstatus tertinggal di Sultra.
“Kemungkinan akan ada rotasi. Sekolah yang sudah bagus, kita pindahkan ke sekolah yang sedang berkembang,” ucap Aris Badara.
Kata dia, para kepala sekolah berprestasi diharapkan bisa membantu pemerintah menghapus stigma sekolah non-unggulan di tengah masyarakat. Pola leadership yang mumpuni dari kepala sekolah berprestasi diyakini mampu membentuk sekolah baru berkualitas.
Kebijakan akselarasi sekolah unggulan baru tentu saja akan didukung dengan alokasi anggaran yang memadai dari Dikbud Sultra demi menyokong penyelenggaraan pendidikan di sekolah bersangkutan. Dengan demikian, sarana dan prasarana pendidikan pada sekolah yang sebelumnya kurang dilirik masyarakat dapat menyamai sekolah unggulan.
Banyaknya opsi sekolah unggulan baru yang terdistribusi merata akan memecah fenomena penumpukan siswa pada satu atau dua sekolah favorit.
Rencana menggilir kepsek berprestasi ke sekolah-sekolah yang akan diorbitkan sebagai sekolah unggulan ini disampaikan Prof. Aris saat meninjau SMA 6 Kendari, Selasa (15/7/2025).
Saat ini, mantan dosen Universitas Halu Oleo (UHO) tersebut menyatakan, Dikbud Sultra tengah melakukan pemetaan terhadap sekolah-sekolah, tenaga pendidik, serta menyerap masukan dari para guru dalam rangka mendorong lahirnya lebih banyak sekolah unggulan di Sultra.
“Tujuan kami ke sini adalah untuk melihat langsung kondisi di lapangan. Masyarakat cenderung hanya memilih SMA 1 atau SMA 4, padahal output dari SMA lain juga tidak kalah berkualitas,” ujarnya.
Menurut Aris, sejatinya tidak ada sekolah yang benar-benar tertinggal atau non unggulan. Banyak siswa berprestasi justru lahir dari sekolah-sekolah yang tidak diperhitungkan. Bahkan, Aris mengaku dirinya merupakan salah satu lulusan dari sekolah non-unggulan.
Ia menilai, stigma terhadap status sekolah menjadi penghalang utama dalam distribusi siswa. Di sinilah pentingnya peran kepsek berprestasi untuk mengubah mindset masyarakat dan mendorong akselerasi pemerataan kualitas pendidikan di seluruh jenjang.
Label ‘sekolah unggulan’ yang kadung melekat pada beberapa SMA favorit justru menimbulkan persoalan baru. Banyak orang tua memaksakan anaknya masuk ke sekolah-sekolah tersebut, sehingga kuota menjadi membludak dan menyebabkan ketimpangan serta dampak sosial lain, termasuk kemacetan lalu lintas di ibu kota provinsi.
“Harus ada distribusi. SMA 6 misalnya, diharapkan bisa mengakomodasi semua siswa dari kawasan Puuwatu. Kami akan intervensi dari sisi infrastruktur. Tadi juga ada permintaan pembangunan aula. Kami juga mendapat informasi bahwa pelatihan oleh Dikbud belum merata. Ini akan menjadi catatan dan masukan bagi kami,” pungkas Aris. Adm