SULTRABERITA.ID, KENDARI – Presidium Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Tenggara, Hidayatullah menyampaikan kritikan dalam refleksi akhir tahun pembangunan Sulawesi Tenggara dibawah kepemimpinan Ali Mazi – Lukman Abunawas digelar Anggota DPRD Sultra, Muh Endang SA, Selasa 31 Desember 2019.
Mantan Ketua KPU Sultra itu mencatat sejumlah ketimpangan terjadi di Sultra selang setahun pemerintahan AMAN yang tidak juga dikoreksi oleh kepala daerah bersangkutan sebagai bahan evaluasi. Termasuk DPRD Sultra, Ombudsman dan sejumlah elemen masyarakat.
BACA JUGA :
- Bocoran Komposisi Kabinet Prabowo Jelang Pelantikan
- Warga Dimangsa Buaya di Sungai Lasolo Ditemukan, Jasad Tak Lagi Utuh
- Tim SAR Sisir Sungai Lasolo, Cari Warga yang Diterkam Buaya Saat Pasang Pukat
- Tanding di PON Aceh-Sumut 2024, Pelatih Kempo Kritik Kebijakan Anggaran ke KONI & Pemprov Sultra
- Kendaraan yang Tak Berhak Isi BBM Subsidi Sudah Divalidasi Korlantas
Menurut Hidayat, setahun lebih AMAN, tak ada yang bergerak maju di Sultra. Belum ada hal yang positif yang ditampilkan oleh duet Ali Mazi-Lukman Abunawas bagi publik sebagai konstituennya di Pilgub Sultra. Padahal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra menyedot hampir Rp 250 miliar APBD Sultra.
“Kita berharap siapapun yang duduk tidak biasa-biasa saja. Mestinya tidak sembrono,” ulas Hidayat.
Kritik JaDI, dimulai dari fakta pecah kongsinya duet Ali Mazi dan Lukman Abunawas yang kala itu baru seumur jagung menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra periode 2018-2023.
“Gubernur di barat, wakilnya di timur. Apa tidak bisa DPRD mempertemukan ini. Ini kewenangan DPRD. Gubernur jangan katakan ‘kita baik-baik’ saja. Rajut kembali hubungan. Jalankan visi misi,” ujar Hidayatullah.
JaDI juga mengkritik ‘kebiasaan buruk’ Gubernur Sultra yang kerap memberi contoh buruk dalam ritme disiplinitas aparat birokrasi Sultra hingga berimbas pada kualitas pembangunan.
“Gubernur bangunnya siang. Sementara birokrat itu bangunnya pagi. Kepala OPD bingung bagaimana mau bicarakan kebijakan dengan gubernur. Kapan dan dimana. Penyakit susah bangun pagi, ya mulai sekarang harus diubah,” ujarnya.
Program studi banding luar negeri dilakukan Ali Mazi tak luput dari sorotan tajam. Ia menilai kepala daerah hanya menghambur-hamburkan uang rakyat. Di tengah keluhan infrastruktur jalan yang rusak di pelosok daerah di Sultra, sudah seharusnya gubernur lebih prihatin dan mengirit dana APBD untuk pembangunan yang sifatnya lebih urgen dan mengedepankan kepentingan publik.
“Hentikan studi banding ke luar negeri. Sultra banyak jalan yang lubang. Jangan banyak ke luar negeri. Tolak itu Stuban (studi banding,) luar negeri untuk apa? Kenapa mesti jadi contoh. Di Jakarta rumah sakit ada atau di Singapura juga ada. Tidak mesti jauh ke Jerman. Jangan boros. Anggaran pinjaman belum keluar, bangunan sudah ada, itu dari mana?,” cetus Dayat.
Tak sampai di situ, terpilihnya istri Gubernur Sultra, Agista Ariany sebagai Ketua KONI dinilai sebagai preseden buruk. Oleh JaDI hal tersebut berpotensi menciptakan KKN dalam penyelenggaran pemerintahan dinahkodai Ali Mazi.
“Mestinya kritik istri jadi Ketua KONI ada apa? Kalau pun ditawarkan (Agista,red) mestinya menolak. Karena gubernur dan istri bagaimanapun melayani masyarakat. Bagaimana penyelenggaraan pemerintah bisa bersih jika istri dijadikan Ketua KONI. Kadispora jadi bawahan. Belum ada yang positif. DPRD dan Ombudsman kok juga tidak ribut tentang itu. Kenapa seleksi Sekda tidak kelar padahal sudah Rp 700 uang habis,” cecar Dayat. Adm