LAJUR.CO, KENDARI – Kawasan tambang di Blok Mandiodo Kabupaten Konawe Utara kembali mendapat sorotan. Dua perusahaan yakni PT Hafar Indotech dan PT Sangia Perkasa Raya disinyalir telah melakukan ilegal mining pada blok yang terletak di Kecamatan Molawe tersebut.
Pengurus Besar Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah Konawe Utara (P3D-KONUT), Jefri pada awak media mengatakan banyak pelanggaran tambang terjadi di Blok Mandiodo Kecamatan Molawe. Ada beberapa IUP yang berstatus quo atau tumpang tindih dengan PT Antam beraksi melakukan eksploitasi lahan.
“Sesuai Surat ESDM Sultra dengan SK No 5404.521 tanggal 18 Desember 2018 tentang pemberhentian sementara 11 IUP yang tumpang tindih dengan PT Antam diantaranya termaksud PT Hafar Indotech Dan PT Sangia Perkasa Raya serta lutusan MA No 225.K/TUN 2014 Dan Perkara 69/G/2018/PTUN.JKT 2018,” terangnya
Ia mengatakan berdasarkan data yang dipegang sesuai SK 373 Tahun 2011, IUP PT Hafar diduga telah berakhir sejak tahun 2019 kemarin.
“Sesuai Pasal 158 UU Pertambangan Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 bahwa ‘setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000.00 (seratus miliar rupiah),” ujarnya.
Ia melanjutkan, pelanggaran berikut dilakukan dua perusahaan ini terbilang kompleks. Mulai dari indikasi menambang tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), tanpa RKAB, dugaan tindak pencemaran lingkungan, tidak memiliki KTT serta tersus yang tidak terdaftar.
“Memakai dokumen perusahan lain dan beberapa pelanggaran lainnya. Yah kita lihat saja peta kedua IUP perusahaan tersebut banyak masuk dalam kawasan hutan,” tegasnya.
Melihat banyaknya dugaan pelanggaran dilakukan dua perusahaan itu, Jefri mengaku heran lantaran PT Hafar Indotech dan PT Sangia Perkasa Raya sama sekali tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.
“Apalagi kami sudah mengantongi dokumentasi perusahaan yang kami duga kuat melakukan Ilegal mining tersebut,” bebernya.
Di tempat sama, Prisedium Koalisi Aktivis Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan Sulawesi Tenggara (KAPITAN SULTRA), Asrul mengungkapkan, permasalahan yang ada di Blok Mandiodo merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah dan penegak hukum dalam melakukan upaya pencegahan sanksi administrasi dan sanksi hukum tindak pidana pertambangan.
“Di sisi lain berakarnya sistem modus operandi berjalan dengan begitu terstrukturnya. Baik itu dalam bentuk intervensi dari oknum-oknum petinggi dan pola-pola koordinasi ke berbagai pihak yang berkepentingan,” ujarnya
Kata Asrul, munculnya carut marut pertambangan di Blok Mandiodo lantaran lemahnya pengawasan dari pihak-pihak terkait. Banyak kontraktor mining tanpa memiliki izin usaha jasa pertambangan dan berkerjasama dengan pemilik IUP tanpa memperdulikan kaidah pertambangan.
“Terkhusus PT. Sangiah perkasa raya dan juga PT. Hafar Indotech sebagai pihak pemilik IUP yang tumpang tindih dengan wilayah PT Antam harus mempertanggung jawabkan kerugian baik itu materil maupun inmaterial atas kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan karena ini berbicara pada konteks pereboisasian lahan bukaan yang telah dirusak,” terangnya.
“Siapa yang akan nanggung kerusakan itu, mulai Jamrek dan pasca-tambang. Jelas pihak pemilik yang mengaku izin usaha pertambangan. Padahal mereka sudah tak punya kewenangan secara legal yang jelas dan dikuatkan lagi keluarnya putusan awal 225K/TUN/2014 dan putusan akhir Mahkamah Agung no.448K/TUN/2019,” tandas Asrul
“Disini kita lihat ada peran besar pihak terkait dalam proses dan tahapan hingga mulusnya kegiatan mereka seolah tak tersentuh hukum. Insyaallah dalam waktu dekat akan ke pusat (KPK RI, Kejaksaan Agung, DPR RI dan MABES POLRI) melaporkan secara resmi persoalan ini dan kami akan mengawal laporan kami,” pungkasnya. Adm