LAJUR.CO, KENDARI – Bumi Anoa, julukan bagi wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) menyimpan sejumlah kekayaan mulai dari khasanah budaya, kepariwisataan, hingga ragam kuliner. Di kehidupan masyarakat Suku Muna atau Suku Buton, ada sebuah tradisi yang disebut dengan ‘Haroa’.
Pada tradisi ‘Haroa’ ini, ada satu jenis makanan yang wajib dihidangkan yang disebut dengan nama ‘Lapa-lapa’. Lapa-lapa adalah masakan khas terbuat dari beras yang dicampur santan kelapa menghasilkan nasi gurih di dalam bungkusan daun kelapa muda (janur).
Dalam acara adat Haroa masyarakat Muna, Lapa-lapa adalah salah satu makanan yang harus dilengkapi dengan kue cucur. Lapa-lapa dapat dinikmati dengan lauk seperti opor ayam atau makanan berkuah lainnya. Bisa juga disantap dengan lauknya ikan asin, daging serta dilengkapi dengan sambal kaluku yang terbuat dari kelapa parut.
Kuliner yang satu ini juga sering dihidangkan dalam acara-acara penting seperti pernikahan, khitanan, selamatan, acara adat ataupun penyambutan tamu penting lainnya. Penggunaan santan dalam pembuatan lapa-lapa ini menjadi sumber rasa gurih.
Kulit Lapa-Lapa ini dibuat dari janur atau dalam bahasa Tomia disebut Bale yang berarti yang terbaik. Sedangkan untuk isi dari Lapa-lapa ini bermacam-macam. Ada yang berisi beras, jagung, dan juga ubi. Masing-masing isinya mengandung harapan-harapan baik untuk setiap orang yang akan menikmati hidangan ini.
Kata ‘Lapa-lapa’ berasal dari bahasa Wolio yang berarti berlipat-lipat yang merujuk pada proses pembuatannya dibuat dengan cara dilipat-lipat. Ini karena proses membuatnya pembungkusnya harus dilipat-lipat dikombinasikan dengan daun pisang sebagai alas di bagian dalam janur.
Proses pembuatannya pun relatif gampang. Misal untuk Lapa-lapa dengan bahan dasar dari beras merah, dicampur beras putih dan kacang merah. Kemudian beras tersebut dimasak setengah matang dengan santan kelapa.
Sedangkan proses persiapan dan penyajiannya memiliki makna simbolis yang mencerminkan kebersamaan dan persatuan dalam budaya lokal. Lapa-lapa tidak hanya memikat lidah, tetapi juga menceritakan kisah panjang kehidupan dan tradisi masyarakat setempat.
Dalam setiap gigitannya, Lapa-lapa mengajak kita untuk merasakan kelezatan sekaligus memahami makna yang terkandung di balik makanan ini.
Uniknya, Lapa-lapa ini dibuat dengan berbentuk huruf alif, yang mana dalam Alquran huruf alif ini tidak pernah mati, tidak memiliki tanda sukun. Maka harapannya Lapa-lapa ini bisa membawa berkah umur yang panjang, bagi setiap yang menyantapnya.
Hingga kini, Lapa-lapa telah menjadi salah satu daya tarik wisata kuliner di Sultra. Wisatawan yang datang dapat mencicipi cita rasa autentik dari budaya lokal dan menikmati keindahan alamnya secara bersamaan.
Laporan: Sultan