LAJUR.CO, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan penghapusan pajak progresif dan bea balik nama kendaraan bermotor II (BBNKB-II). Hal ini ditujukan untuk mendorong kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono menyampaikan Kemendagri telah meminta kepada Pemda untuk menghapus Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bekas (BBN 2).
Tim Pembina Samsat Nasional yang terdiri dari Korlantas Polri, Jasa Raharja dan Kemendagri, telah mengkaji penghapusan Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bekas (BBN 2). Dengan adanya kebijakan ini masyarakat diharapkan akan lebih tergugah untuk segera mengurus administrasi kendaraannya dan membayar pajak.
“Dengan demikian, otomatis juga ikut andil dalam perlindungan negara melalui Jasa Raharja, karena di situ ada Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ),” kata Rivan dalam keterangan tertulisnya.
Wacana ini didasari karena banyak pemilik kendaraan yang enggan melakukan balik nama setelah membeli kendaraan bekas karena ada biaya lebih yang harus dibayarkan. Karena masyarakat enggan balik nama, Pemda juga menjadi kehilangan potensi penerimaan dari pajak kendaraan bermotor.
“Kebijakan penghapusan pajak progresif BBN 2, dilakukan untuk mempermudah balik nama atas kepemilikan kedua yang juga tentu supaya masyarakat lebih tertib administrasi kendaraan bermotor,” ujar Rivan.
Permintaan penghapusan BBN 2 disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni. Selain bea balik nama kendaraan bekas, pajak progresif juga diusulkan dihapus. Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Apalagi, banyak pemilik kendaraan yang memakai data orang lain agar tidak terkena pajak progresif.
“Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/ KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut. Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” kata Fatoni.
Sebelum mengetahui tarifnya, pahami dulu apa itu bea balik nama. Menurut Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dipungut pajak atas penyerahan kendaraan bermotor.
Untuk tarif bea balik nama kendaraan bekas berbeda-beda di setiap daerah. Kita ambil contoh DKI Jakarta. Dikutip dari situs resmi Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta, Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan masing-masing sebagai berikut:
– penyerahan pertama sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen);
– penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
Penjelasannya, jika kamu membeli kendaraan baru dari dealer, maka dikenakan bea balik nama sebesar 12,5%. Sementara untuk penyerahan kedua dan seterusnya atau bea balik nama kendaraan bekas, tarifnya 1%.
Oh iya, di DKI Jakarta juga ada kebijakan bea balik nama 0% untuk kendaraan listrik. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Sementara itu, soal pajak progresif yang diusulkan dihapus juga memiliki tarif berbeda-beda. Di DKI Jakarta, ketentuan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor kepemilikan oleh orang pribadi ditetapkan sebagai berikut:
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama, sebesar 2% (dua persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua, sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga, sebesar 3% (tiga persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat, sebesar 3,5% (tiga koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima, sebesar 4% (empat persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor keenam, sebesar 4,5% (empat koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh, sebesar 5% (lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedelapan, sebesar 5,5% (lima koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesembilan, sebesar 6% (enam persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesepuluh, sebesar 6,5% (enam koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesebelas, sebesar 7% (tujuh persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua belas, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga belas, sebesar 8% (delapan persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat belas, sebesar 8,5% (delapan koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima belas, sebesar 9% (sembilan persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor keenam belas, sebesar 9,5% (Sembilan koma lima persen);
– untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh belas, sebesar 10% (sepuluh persen). Adm
Sumber : Detik.com