SULTRABERITA.ID, KENDARI – Kasus korupsi PT Waskita Karya Tbk yang kini tengah digarap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menyeret nama Anggota DPR RI asal Sultra, Ir Hugua. Penyidik KPK beberapa waktu lalu telah memeriksa kader PDIP itu terkait kasus korupsi proyek infrastruktur fiktif yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Mantan Bupati Wakatobi dua periode itu dicecar soal dugaan penerimaan sejumlah uang dari proyek fiktif saat ia masih menjabat sebagai kepala daerah.
Humas DPD PDIP Sultra, Agus Sana’a angkat bicara mengenai pemeriksaan Ir Hugua oleh KPK.
Kata dia, sejauh ini belum ada bahasan terkait wacana PAW (Pengganti Antar Waktu) bagi kader partai berlambang kepala banteng tersebut. Apalagi, status Hugua baru sebatas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi PT Waskita Karya.
“Status belum sampain kesana (tersangka,red)kan ? Baru sebatas saksi,” ucap Agus Sana’a, Senin 16 November 2020.
Lain cerita jika status Hugua naik sebagai tersangka. Agus menegaskan partai besutan Megawati Soekarno Putri itu tidak akan memberi ampun jika ada kadernya yang menyandang status tersangka dalam kasus korupsi yang merugikan negara.
“Kalau misalkan tersangkut, tidak ada ampun kalau status sudah tersangka tidak. Partai lain mungkin menunggu inkrah, sejauh ini belum ada yang begitu di PDIP. Langsung PAW,” jelas Agus Sanaa.
Khusus menyangkut kasus korupsi, PDIP ujar Agus memang cukup garang pada kadernya. Ia menyatakan, PDIP tidak akan memberi bantuan hukum jika ada kader yang terlibat kasus korupsi. Termasuk terhadap Ir Hugua kendati saat ini yang bersangkutan baru diperiksa sebagai saksi.
“Yang saya ketahui, PDIP tidak membantu (bantuan hukum) kader yang tersangkut korupsi. Itu tanggungjawab sendiri. Mau kader tulen atau bukan. Bantuan hukum tidak ada. Yangs sekarang ini (Hugua) juga tidak ada,” jelasnya lagi.
“Ini kan masalah proyek di tahun saat (Hugua) masih bupati. Yang diperiksa jadi saksi kalau tidak salah hampir 200 orang,” lanjutnya.
Sebagaimana diberitakan, Anggota DPR RI dapil Sultra, Ir Hugua menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus proyek fiktif di Wakatobi pada 10 November lalu. Dikutip dari Detikcom, mantan Bupati Wakatobi dua periode itu ikut dimintai keterangan karena kasus rasuah melibatkan PT Waskita Karya terjadi di era kepemimpinannya.
Penyidik KPK memeriksa anggota DPR, Ir Hugua, terkait kasus korupsi proyek infrastruktur fiktif yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Hugua dicecar soal dugaan penerimaan sejumlah uang dari kasus tersebut.
“Di konfirmasi terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah dana dari proyek fiktif yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (10/11/2020).
Hugua juga pernah menjabat Bupati Wakatobi. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Fathor Rachman dan Fakih Usman.
“Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FR dan FU,” ujar Ali.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus korupsi proyek infrastruktur fiktif. Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi fiktif Waskita Karya yang menyeret Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar, Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2010-2014.
Ketiga tersangka baru itu adalah:
DSA (Desi Arryani), mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk
JS (Jarot Subana), mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk FU (Fakih Usman), mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Ketiga tersangka tersebut diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk tahun 2009-2015.
KPK mengatakan telah mendapat laporan hasil penghitungan kerugian negara dari BPK dalam kasus korupsi proyek infrastruktur fiktif itu. Kerugian negara dalam kasus itu disebut mencapai Rp 202 miliar. Adm