LAJUR.CO, KENDARI – Hingga bulan Oktober 2024, penyaluran dana desa di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mencapai 96% dari total alokasi anggaran sebesar Rp1,522 triliun.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Sultra, I Gede Panca, optimis penyerapan anggaran akan mendekati 100% pada akhir tahun ini.
“Kami telah mencapai daya serap 96% atau sekitar Rp1.464 triliun dari total anggaran dana desa tahun ini, dan kami berupaya untuk menyelesaikan sisanya dalam dua bulan ke depan,” ucap I Gede Panca, Jumat (25/10/2024).
Sebanyak 1.908 desa definitif di Bumi Anoa menjadi penerima dana desa tahun 2024, dengan prioritas pengalokasian dana yang diarahkan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), ketahanan pangan, dan pencegahan stunting.
Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp184,7 miliar dialokasikan untuk BLT, Rp387 miliar untuk ketahanan pangan, dan Rp188,7 miliar untuk program pencegahan stunting. Total keseluruhan anggaran ini mencapai sekitar Rp700 miliar, yang merupakan lebih dari 50% dana desa.
Dana desa tahun 2024 disalurkan dalam tiga tahap pencairan. Khusus yang berstatus desa mandiri memiliki opsi pencairan dua kali. Sementara desa persiapan belum diikutsertakan.
“Hanya desa definitif yang memiliki regulasi jelas yang dapat menerima dana desa. Desa mandiri dalam aturannya hanya bisa cair dua kali, sementara desa persiapan yang belum masuk desa definitif belum bisa dikasihkan dana desa,” ungkap I Gede Panca.
Lebih jauh, mantan Kepala Dinas Pariwisata Sultra itu merinci, Kabupaten Konawe Utara menjadi wilayah dengan daya serap tertinggi, yakni 100% dari total alokasi Rp119,7 miliar. Sementara Kabupaten Bombana masih berada di level terendah dengan 91% dari alokasi anggaran.
“Kabupaten Konawe Utara sudah merealisasikan anggaran 100%, sementara Bombana baru mencapai 91%, tapi masih sesuai dengan rencana penyerapan nanti di awal Desember baru 100%,” tutur I Gede Panca.
Meski realisasi dana desa berjalan baik, tantangan masih menghadang terutama dalam penyediaan akses internet dan infrastruktur di beberapa desa.
“Masih banyak desa yang terkendala akses internet, bahkan lebih dari 300 desa masih menghadapi kesulitan dalam akses digital, yang seharusnya dapat mendukung data dan layanan berbasis teknologi. Serta sulitnya akses transportasi juga menjadi penghambat mobilisasi barang dan jasa ke desa-desa terpencil,” tutur I Gede Panca.
I Gede Panca berharap agar pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten dapat bekerja sama untuk mengoptimalkan pembangunan di desa.
“Saya berharap pemerintah pusat hingga daerah dapat bersama-sama mengawal pembangunan desa, memberikan dukungan, serta kewenangan penuh bagi desa dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan anggaran,” tutur I Gede Panca.
Laporan : Ika Astuti