BERITA TERKINIDAERAHEKOBISHEADLINE

Potret Pedagang Emak-emak, Tulang Punggung Keluarga Mengais Rezeki di Pasar Tradisional Lawa

×

Potret Pedagang Emak-emak, Tulang Punggung Keluarga Mengais Rezeki di Pasar Tradisional Lawa

Sebarkan artikel ini
Warga Kabupaten Muna, Mutina (33) yang menjual bahan dapur di pasar tradisional Muna Barat.

LAJUR.CO, KENDARI – Setiap tahunnya, tanggal 22 Desember merupakan hari spesial bagi kaum perempuan Indonesia khususnya yang telah menjadi seorang ibu. Tanggal 22 Desember yang ditetapkan sebagai ‘Hari Ibu’ selalu menjadi momen perayaan perjuangan seorang ibu dan merefleksi hal-hal apa yang layak diteladani dari mereka.

Sejarah singkatnya bahwa perayaan Hari Ibu dimulai sejak tahun 1928 saat digelar Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Penetapan ini diteken Presiden Ir. Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Pada abad ke 21 ini, ada banyak cara untuk merayakan Hari Ibu. Seperti melihat perjuangan para ibu dalam menjaga keberlangsungan hidup keluarganya. Banyak dari kaum ibu yang turut andil dalam proses mencari nafkah di ruang-ruang publik.

Seperti di pasar tradisional Muna Barat (Mubar), ibu Mutina dan Abi menjadi pahlawan sehari-hari. Mereka tidak hanya berjuang untuk keluarga, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka adalah dua dari mayoritas perempuan di lapak pasar tradisional seperti Pasar Lawa dan Pasar Matakidi.

Baca Juga :  BI Sultra Siapkan Rp1,2 Triliun Uang Tunai Backup Transaksi Periode Nataru

Kisah mereka pun menggambarkan perjuangan tanpa pamrih dalam menjaga roda perekonomian keluarga dan memberikan teladan hidup mandiri. Setiap hari, para perempuan ini berjibaku mengais rezeki berdasarkan profesi mereka masing-masing.

Mutina (33), asal Jawa Timur, telah mengabdikan dirinya sebagai penjual bahan bumbu dapur di pasar tradisional. Dalam kesehariannya, ia menjual berbagai kebutuhan dapur seperti daun sup, jahe, kunyit, cabai, bawang, wortel, dan kentang.

Dari jualan ini, pendapatannya dapat bervariasi antara Rp3 juta hingga Rp5,5 juta, tergantung pada ramainya pembeli. Meski bahasa daerah setempat bukanlah bahasa ibu, Mutina selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Bagi Mutina, makna Hari Ibu jauh lebih dalam daripada sekadar perayaan. Kemandirian adalah salah satu hal yang telah diwariskan orang tua Mutina. Ia menekuni aktivitasnya sebagai penjual di beberapa pasar tradisional di Bumi Praja Laworoku.

Baca Juga :  PT Vale Indonesia Gelar Pelatihan Jurnalisme Investigatif Berbasis Data

“Maknanya, kita itu dari orang tua bisa belajar hidup mandiri, kalau saya itu ndak ada gengsi – gengsi, yang penting kita itu mencari dengan cara halal, Ndak ada sih saya mau gengsi begitu,” ujar Mutina, Sabtu (14/12/2024).

Bagi warga Kabangka, Kabupaten Muna ini, bekerja keras dan jujur adalah kunci untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya, tanpa peduli seberapa berat tantangan yang dihadapi.

Di sisi lain ada Abi, ibu dua anak yang sudah 10 tahun menekuni profesinya sebagai penjual ikan. Perjalanannya menunjukkan betapa tangguhnya perempuan di pasar tradisional. Meski laba yang diperoleh tidak selalu besar, namun ia tetap kembali menjual ketika hari pasar.

Warga Mubar yang satu ini mengambil pasokan ikan lajang di Pasarwajo, Kabupaten Buton. Satu gabus ikan dihargai sejumlah Rp1.200.000. Ia kemudian menjualnya dengan hitungan per ekor.

Baca Juga :  Garap Program Pengelolaan Sampah Organik, Dinkop & UMKM-DLH Sultra Bentuk Koperasi Maggot di Konawe

Untuk ikan ukuran sedang, ia menjualnya seharga Rp20.000 per 10 ekor setara 1 kilogram. Dari penjualan itu, ia bisa memperoleh laba mulai Rp80.000 per gabus.

Meski kadang menghadapi kerugian karena ikan yang tidak laku, ia tetap bertahan, mengandalkan pengalaman dan keahliannya dalam berjualan. Ia juga tampak sangat lihai merayu pembeli hingga mempunyai banyak pelanggan.

“Kalau pintar menjual, ya semua habis. Kalau tidak pintar, ya sudah. Kadang juga rugi, tantangannya disitu, kalau tidak laku itu,” katanya dengan senyum optimis.

Keberadaan ibu-ibu seperti mereka menjadi potret dominasi perempuan dalam pasar tradisional di Mubar. Mereka boleh dikata sebagai kaum mayoritas yang menjadi tulang punggung perekonomian lokal.

Upaya mereka memenuhi kebutuhan keluarga juga layak diapresiasi. Keberanian menghadapi tantangan pasar tradisional adalah cermin dari kekuatan perempuan yang tak goyah ketika ada kesulitan. Red

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x