LAJUR.CO, KENDARI – Bagi segelintir orang, sampah dianggap sebagai masalah. Namun, tidak demikian dengan sebuah start-up lokal bernama Nabung Sampah atau Nampah.
Start Up Nampah menangkap peluang dari permasalahan sampah organik maupun non organik yang menggunung di Bumi Mekongga. Mengubahnya menjadi ladang cuan bagi masyarakat.
Komunitas yang berasal dari Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tersebut ini tampil sebagai pelopor pengelolaan sampah berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Berbeda dengan bank sampah konvensional, Nampah memanfaatkan aplikasi digital untuk mempermudah proses penanganan sampah terpilah.
Aplikasi Nampah memungkinkan pengguna untuk menabung sampah terpilah dan mendapatkan imbalan atas sampah yang mereka kumpulkan.
Berawal dari komunitas peduli lingkungan, Nampah kini tumbuh menjadi perusahaan rintisan yang menawarkan layanan bank sampah digital. Tak hanya mengedukasi warga soal pemilahan limbah, Nampah juga menyediakan sistem penjemputan sampah langsung dari rumah melalui aplikasi, layaknya layanan transportasi daring.
“Konsepnya mirip ojek online, tapi yang kami jemput adalah sampah yang sudah dipilah,” ungkap Hairullah, admin Nampah yang diwawancarai Lajur.co, Kamis (5/6/2025).
Ada banyak fitur layanan pada bank sampah Nampah. Perusahaan tersebut mengolah limbah organik menjadi maggot dan kompos. Sementara itu, sampah non-organik yang masih bernilai ekonomis diubah menjadi berbagai produk bermanfaat seperti papan plastik dan kursi dari bahan karet daur ulang.
Saat ini, Nampah menjadi satu-satunya pengelola sampah di Provinsi Sultra yang punya teknologi mengolah cacahan limbah plastik menjadi bahan baku papan. Papan ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan furniture atau alternatif pengganti triplek atau balok.
Langkah kecil mereka dimulai sejak tahun 2020. Saat itu, tim Nampah berfokus pada belajar ilmu pengelolaan sampah, sebelum terjun langsung sebagai praktisi di tengah masyarakat.
“Kami percaya, aksi bersih-bersih tanpa ilmu hanya memindahkan sampah dari satu tempat ke tempat lain. Karena itu kami memulai dari pemahaman dasar,” jelas Hairullah.
Selain pengolahan, Nampah tercatat aktif menjalankan kampanye treatmen sampah lewat pendekatan door to door. Edukasi dilakukan langsung ke rumah-rumah warga hingga mereka benar-benar memahami dan mampu memilah sampah secara mandiri. Mereka juga menjalankan program biopori sebagai solusi pengelolaan limbah organik rumah tangga.
Kini, lebih dari 7.000 pengguna telah terdaftar di platform Nampah. Dari jumlah itu, sekitar 500 pengguna aktif secara rutin menyerahkan sampah mereka untuk dikelola.
Kantor pusat Nampah berlokasi di Jalan Badewi, Kelurahan Balandete, Kolaka nyaris hari setiap hari menerima asupan sampah yang dari nasabah.
Di awal pendirian Nampah, ia mengakui, tidak mudah mengubah mindset dan prilaku masyarakat bagaimana pola treatmen sampah agar tidak mencemari lingkungan. Kendati perubahan tak bisa dipaksakan, komunitas Nampah berprinsip, komitmen merawat lingkungan dari polusi sampah harus dimulai dari kesadaran individu.
“Kalau kita ingin lingkungan berubah, maka kita harus mulai dari diri sendiri, dengan memilah sampah dari rumah,” tutupnya.
Dengan kombinasi teknologi, edukasi, dan semangat kolektif, Nampah menunjukkan bahwa sampah bisa menjadi pintu masuk menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Sejalan dengan tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia yanh secara global menggaungkan kampanye “Hentikan Polusi Plastik” (Ending Plastic Pollution), Nampah berharap mengambil peran sebagai wadah solusi polusi sampah demi masa depan Sultra yang berkelanjutan.
Laporan: Dodi Permana