LAJUR.CO, KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Sumangerukka mendengarkan langsung keluhan masyarakat Kecamatan Routa terkait operasional perusahaan tambang dilakukan PT Sulawesi Mineral Cahaya (SCM) di Kabupaten Konawe.
Puluhan perwakilan masyarakat dari Kecamatan Routa, menyampaikan langsung keluhan mereka dalam audiensi yang digelar di Kantor Gubernur Sultra, Kamis (11/9/2025).
Aspirasi warga berfokus pada janji PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang hingga kini tak kunjung merealisasikan pembangunan smelter di Routa. Menurut perjanjian, wacana pembangunan smelter tersebut sudah digaungkan sejak awal sosialisasi perusahaan pada 2008.
Salah satu warga yang hadir menyampaikan protes kepada Gubernur Andi Sumangerukka adalah Ahmad.
“Kami datang karena melihat adanya respon serius dari Gubernur. Kami berharap, ketika beliau bertemu dengan pihak SCM nanti, akan ada kejelasan soal janji yang belum ditepati itu,” ujar Ahmad.
Pengamatan Ahmad, pembangunan smelter yang tidak direalisasikan oleh PT SCM membawa banyak dampak negatif termasuk ekonomi dan lingkungan. Terlebih, sebagian besar kawasan Routa dikuasai Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT SCM. Data disampaikan Dinas ESDM Sultra, total IUP PT SCM di Kecamatan Routa mencapai 21 ribu hektare yang juga mencakup areal kawasan seluas 3.400 hektare.
Janji smelter tinggal janji. PT SCM ditengarai hanya mengekspor ore yang dikeruk di Routa ke smelter yang terdapat Morowali. Hal ini praktis merugikan masyarakat dan pemda setempat.
Potensi pendapatan asli daerah (PAD) Sultra yang seharusnya bisa lebih besar jika pengolahan ore dilakukan di daerah, bukan di luar seperti Morowali.
Masyarakat Routa merasa kecewa karena PT SCM belakangan ini justru menyatakan bahwa pembangunan smelter tidak pernah dijanjikan. Namun menurut warga, sejak sosialisasi awal dan dalam proses perizinan, janji itu sudah tertuang dan menjadi dasar diterbitkannya izin operasi.
Kala itu, PT SCM mengklaim jika lahan di Routa layak untuk pembangunan smelter. Bahkan, dokumen AMDAL yang menjadi rujukan, lanjut Ahmad diterbitkan dan dibayar oleh pihak perusahaan sendiri.
“Tahun 2020 mereka dinyatakan layak bangun smelter. Sekarang tiba-tiba dibilang tidak layak. Itu yang membuat kami resah. AMDAL sudah ada, dan itu keluar dari perusahaan sendiri,” tegasnya.
Ahmad bersama sejumlah warga lainnya juga menyoroti kerugian yang dialami daerah. Pengiriman ore mentah ke luar Sultra menyebabkan nilai tambah ekonomi justru mengalir ke daerah lain, sementara Routa hanya menjadi lokasi eksploitasi.
“Kami memikirkan tidak hanya Routa dan Konawe, tapi juga pendapatan Sultra. Kalau ore dikirim ke Morowali, ya pendapatan lebih besar ke sana. Kami ingin smelter dibangun di sini, sebagaimana dijanjikan,” sambungnya.
Warga di lingkar tambang daerah operasional PT SCM berharap, perusahaan tersebut mendapat sikap tegas dari Gubernur Andi Sumangerukka.
Mereka juga menegaskan akan terus mengawal proses ini, baik melalui demonstrasi maupun dialog interaktif bersama stakeholder terkait guna menghasilkan solusi konkret. Red