Oleh: Yuni Damayanti (Pemerhati Sosial)
Angka penderita stunting di Konawe Selatan (Konsel) sejak Januari hingga September 2021, tercatat sebanyak 774 anak. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dengan terus memaksimalkan penanganan secara multi sektoral dengan intervensi gizi spesifik dan sensitif.
Kepala Dinas Kesehatan Konsel, dr. H. Maharayu, melalui Kasi Gizi Masyarakat, Hasta Munanto, mengatakan, angka stunting sampai September 2021 berada di bawah 10 persen. Pada tahun 2020, jumlah anak penderita bahkan sebanyak 9.514 atau 16,7 persen. “Sementara tahun 2021, terhitung sejak Januari sampai september ada 774 atau 6,3 persen.
Meski demikian, pihaknya belum bisa menyimpulkan jika terjadi tren penurunan. Sebab data tersebut masih sampai September 2021. “Belum bisa disimpulkan begitu (menurun). Kita masih tunggu data sampai Desember nanti. Mudah-mudahan bertahan pada angka 6 sampai 7 persen,” ujarnya.
Pada 2021 ini, untuk mendukung upaya penurunan prevalensi stunting, dilakukan upaya penguatan intervensi gizi spesifik, yaitu meningkatkan cakupan pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri dan ibu hamil. Kemudian pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang mengalami masalah gizi. “Termasuk pemberian makanan tambahan bagi balita 6 sampai 59 bulan yang kurus, serta pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di Posyandu,” bebernya (Kendaripos.co.id, 29/11/2021).
Stunting adalah Masalah serius yang harus diselesaikan oleh pemerintah, sebab tingginya angka stunting ini telah menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang kebutuhan gizinya belum terpenuhi.
Adapun faktor pemicu stunting diantaranya, yaitu faktor ekonomi dan distribusi barang yang tidak lancar. Dua faktor ini saling berkaitan satu sama lain. Distribusi bahan pangan yang tidak lancar atau adanya oknum nakal yang sengaja menimbun bahan pokok makanan, sehingga menyebabkan harga-harga bahan pokok melonjak tinggi di pasar akan menyulitkan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Karenanya, butuh upaya maksimal dari negara terhadap penanganan gizi buruk dan stunting. Distribusi pangan dan harga yang stabil harus menjadi perhatian utama. Sebaiknya perbaikan distribusi dilakukan antara Kementerian Pertanian, Bulog dan Kementerian Perdagangan, sebagai upaya memastikan kebutuhan bahan pokok nasional dalam kondisi aman dan terkendali sampai ke daerah pelosok .
Dari itu, Kementerian perdagangan bertugas memantau harga bahan kebutuhan pangan di pasar agar tetap stabil, sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Menutup kemungkinan-kemungkinan adanya pedagang nakal yang memiliki kebiasaan menimbun barang dengan tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi, jika terjadi kelangkaan di paras dan memberikan sanksi yang tegas kepada mereka.
Apalagi di masa pandemi banyak orang yang kehilangan lapangan pekerjaan karena di PHK, secara otomatis jumlah pengangguran di dalam negeri meningkat. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan gizi keluarga. Dalam kondisi seperti ini bukan lagi kebutuhan gizi yang dipikirkan oleh rakyat. Bisa makan kenyang saja mereka sudah bersyukur.
Selain itu, problem ekonomi yang sebenarnya adalah bagaimana mendistribusikan barang-barang ekonomi kepada masing-masing individu, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
Berbeda halnya jika menengok makna distribusi dalam ekonomi Islam, yang mana mencakup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan. Di mana Islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan khusus, dan meletakkan masing-masing dari keduanya kaidah-kaidah untuk mendapatkannya dan mempergunakannya, dan kaidah-kaidah untuk warisan, hibah dan wasiat.
Prinsip utama dalam konserp distribusi menurut pandangan Islam ialah peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan, agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar diantara golongan tertentu saja. Selain itu, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa posisi distribusi dalam aktifitas ekonomi suatu pemerintahan amatlah penting, hal ini dikarenakan distribusi itu sendiri menjadi tujuan dari kebijakan fiskal dalam suatu pemerintahan (selain fungsi alokasi).
Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan. Tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam Alquran agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (lihat Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 7).
Dengan demikian, rakyat akan semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sebab distribusi dalam sistem ekonomi Islam menghendaki pemerataan harta agar tidak beredar di kalangan orang kaya saja, dengan pemerataan harta maka rakyat tidak menemui kesulitan lagi untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Dari itu, stunting akan dapat diatasi dari akarnya. Wallahu a’lam bisshowab.