LAJUR.CO, KENDARI – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Dr (Cand) M. Ridwan Badallah, Selasa (14/2/23), mengimbau agar media jangan berperan sebagai panggung yang mempertontonkan peta konflik kelembagaan aparatur negara. Pasalnya hal ini justru terkesan melahirkan kekisruhan di tubuh sistem pemerintahan.
“Sistem penyelenggaraan pemerintahan itu sudah tertata dan memiliki mekanisme, tidak mungkin seluruh tindakan pemerintah harus pamit alias memanggil media untuk dipublikasikan, justru media harus pro aktif dengan cara-cara yang elegan guna mendapatkan konfirmasi terbaik,” urai Jubir Gubernur Sultra tersebut.
Ridwan mengaku sangat menyayangkan tindakan overlapping yang dilakukan salah satu oknum jurnalis dalam pemberitaan di media tentang pelantikan 19 JPTP di lingkup Pemprov Sultra.
“Seperti mati-matian ingin menyajikan resep agar orang tertarik, seolah telah berupaya keras untuk tampil cover both side pemberitaannya, dengan melakukan jurus tembak konfirmasi versi pihak media itu sendiri, ini akhirnya mengerdilkan citra diri dan media tersebut, semacam tidak paham protokol dan etika komunikasi dan klarifikasi, apalagi isu yang dianggapnya penting,” ujar Ridwan dalam rilis pers diterima Lajur.co, Selasa (14/2/2023).
Harapan Ridwan, media idealnya hadir sebagai penyejuk dalam pemberitaan. Apalagi jika memang faktanya ada konflik yang akan diberitakan, jangan justru sebaliknya, seolah menjadi kayu bakar, bersifat profokatif dalam pemberitaannya, bahasa perumpamaannya menjadikan medianya panggung ring tinju, lalu media itu bertindak sebagai promotor yang menghasilkan kepuasan tersendiri ketika mendapat profit, berharap ada pemain pemecah record, dan disisi lain ada pula yang dijatuhkan. Ingin memastikan ada narasumber yang tersudutkan dalam pemberitaannya, sehingga elektabilitas medianya naik, itu sangat salah dan keliru berat.
“Media harus paham etika permintaan klarifikasi, dan jalur-jalur komunikasi, sebab negara bisa hancur kalau semua pihak menggunakan cara-cara tendensius memanfaatkan media untuk melakukan pembelaan. Syukur-syukur seorang oknum jurnalis yang membuat berita tersebut taat asas dan kode etik jurnalistik, bagaimana kalau si oknum jurnalis tersebut sebaliknya. Bisa jadi tidak sehat media tersebut dan dilarikan pembaca lebih-lebih mitra-mitranya, pasti akan saling merekomendasikan untuk tidak bekerjasama yang baik, karena ada kekuatiran tertentu,” detail Ridwan.
Pandangan Ridwan, tantangan media di era digital seperti saat ini adalah bagaimana melakukan strategi komunikasi yang baik.untuk membangun hubungan kemitraan dengan berbagai narasumber penting, sebab tidak semua komunikasi via digital itu valid. Banyak modus operandi kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang intelek melalui kejahatan cyber. Baik itu penipuan, pemerasan dan lain sebagaimana mengatasnamakan lembaga yang mengaku kredibel, dan ini jangan sampai terjadi di media.
Penulisan berita yang cenderung mengandung unsur peta konflik dan terkesan syarat misi tertentu mengkonfirmasi siapa dia yang sesungguhnya, dan ini patut diwaspadai. Lanjutnya, jika ingin melakukan klarifikasi ada cara-cara elegan dan pendekatan bagaimana motode dan upaya-upaya jurnalistik untuk melakukan klarifikasi tersebut.
Apalagi dengan hanya mengirim pesan singkat seperti yang ditempuh media yang tidak profesional, sebab berbicara secara langsung dan hanya sekedar mengirim pesan dan membalas pesan boleh jadi penafsiran dan pemaknaan akan berkembang, sebab tidak saling kontak face-to face melihat satu sama lain, idealnya interaksi yang sehat. Apalagi dalam mengklarifikasi sesuatu yang bisa jadi ada indikasi tendensius, bukannya malah menghadirkan sosial solution justru melahirkan masalah baru atau bahkan menambah bobot ketidakprofesionalannya.
Adanya pemberitaan baru di atas pemberitaan klarifikasi yang telah terpublis, dan seolah masih menggaruk sesuatu yang sudah jelas duduk perkaranya oleh suatu pemberitaan jelas menunjukkan sinyalemen kuat bentuk perlawanan untuk menyerang institusi tertentu. Hal ini sangat mendorong jauh kebelakang nilai jual suatu pemberitaan oleh satu satu oknum media tersebut baik skala lokal maupun nasional, akibat pemberitaan mengenai pelantikan JPTP di lingkup Pemprov yang nyata telah jelas dan resmi disampaikan melalui jalur protokoler komunikasi Pemprov Sultra.
“Silahkan kami terbuka melalui protokoler komunikasi yang terarah, santun dan taat kaidah, melalui institusi resmi Pemprov Sultra, tidak perlu lompat dan terkesan membabibuta, pasti kami tanggapi,” urai Ridwan.
Sebaliknya, harapan Kominfo terhadap oknun jurnalis dan medianya tersebut yang telah ‘membakar’ pemberitaan seputar pelantikan JPTP di lingkup Pemprov Sultra dihentikan. Meski sebelumnya Kominfo Sultra telah melakukan upaya penekanan permintaan maaf media tersebut dan menempuh jalur hukum pers, namun Kominfo berharap media yang memberikan narasi tendensius tersbut dapat melakukan klarifikasi yang lebih beretika kedepannya.
“Kantor Kominfo Sultra terbuka sesuai jam kerja resmi, silahkan face to face untuk melakukan klarifikasi dan konfirmasi serta verifikasi,” tutup Ridwan. Adm