SULTRABERITA.ID, KENDARI – Rencana tes swab ulang terhadap 27 tenaga kesehatan (nakes) RSUD Buton oleh Gugus Tugas Covid-19 Buton dengan mengirim spesimen dagak baru para nakes yang dinyatakan terpapar Corona pada 18 Juni lalu ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar batal dilakukan.
BACA JUGA :
- Dorong Ekonomi Syariah, OJK Sultra Edukasi Keuangan di Sultra Maimo 2025
- BKN Buka Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2025, Peluang Jadi ASN!
- Purnatugas Rektor UHO Prof Zamrun: Konsisten Mengabdi di Kampus, Tak Minat Lirik Jabatan di Pemprov
- Nostalgia Loyalis Telkomsel Asal Wakatobi & Evolusi Layanan Kartu Prabayar yang Ikonik “SIMPATI”
- Cara Mengatasi Rambut Bercabang Secara Alami Pakai 4 Bahan Rumahan Ini
Plt Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, dr Ridwan tegas menyatakan prosedur tes diagnostik ulang oleh dinkes setempat jelas menyalahi aturan karena tidak melalui koordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 Sultra.
“Sudah koordinasi. Tidak dibenarkan. Tidak ada koordinasi. Sudah dibatalkan,” ucap dr Ridwan diwawancarai, Kamis 25 Juni 2020.
Senada dengan itu, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Sultra, dr La Ode Rabiul Awal menyatakan agenda Dinkes Buton yang memilih melakukan tes diagnostik ulang terhadap 27 nakes melalui BBLK Makassar merupakan langkah keliru.
Gugus tugas di daerah, kata Dokter Wayong sapaan akrab, terkesan meragukan akurasi uji lab TCM-PCR di RSUD Bahteramas Sultra. Padahal Kemenkes RI sendiri telah resmi menetapkan dan mengakui akurasi laboratorium RSUD Bahteramas sebagai pusat pengujian spesimen tes swab untuk wilayah Sultra.
“Sempat disampaikan akan tes swab ulang di Buton Nakesnya. Jadi seolah-olah begini, yang tanggal 18 Juni ada 30 kasus baru di Buton itu diumumkan tidak benar (positif Corona). Makanya akan melakukan swab ulang. Ini kerangka berpikir yang keliru. Menunjukkan bahwa mereka ragu dengan hasil konfirmasi positif yang telah diumumkan oleh Gugus Tugas berdasarkan hasil swab laboratorium RSUD Bahteramas,” jelas Dokter Wayong, Rabu 25 Juni 2020.
“Sampelnya akan dikirim ke Makassar sebagai pembanding dengan hasil lab di RSUD Bahteramas Sultra,” ujarnya lagi.
Sejatinya, lanjut Ketua IDI Sultra itu, uji sampel dahak ulang terhadap 27 nakes jika dimaksudkan sebagai second opinion investigasi infeksi virus Corona bisa saja dilakukan.
Namun, sampel sputum yang diuji lab ulang di laboratorium berbeda mestilah memiliki derajat sama. Baik waktu dan asal pengambilan spesimen.
“Tetapi kalau orang yang sama tapi waktu swab berbeda, hasil pasti akan beda dengan tes diagnostik awal. Bisa jadi saya diswab sekarang sudah fase akhir dari masa virus itu (mati). Di tes ulang pasti akan negatif,” jelas Dokter Spesialis Bedah Digesif RSUD Bahteramas Sultra tersebut.
“Intinya merasa tidak percaya. Tidak ada kasus, tiba-tiba ada dan banyak. Bahwa ini adalah cara pikir yang belum selesai. Bagaimana pun gugus tugas di daerah itu satu kesatuan dengan gugus tugas provinsi,” urai Dokter Wayong.
Lain cerita tes swab folllow up bagi pasien positif yang telah menjalani masa karantina dan penanganan medis untuk memastikan pasien sembuh. Kata Dokter Wayong, trietmen ini dilakukan sesuai mekanisme dan rentang waktu tertentu untuk mengecek apakah pasien telah bebas dari virus. Atau dengan kata lain, sistem kekebalan tubuh telah memproduksi sel imun membasmi virus Covid-19.
“Gugus tugas itu kerja satu padu dengan kerangka kerja sama. Jangan jalan sendiri,” ucap Dokter Wayong.
Strain Virus Corona ‘Jinak’
Kecenderungan meragukan hasil uji swab konfirmasi positif, ujar Dokter Wayong lebih pada karena kondisi pasien Corona tanpa gejala medis gawat. Bahkan bugar layaknya manusia sehat yang tidak terpapar penyakit serius.
Diakui, total 337 kasus konfirmasi positif Corona di Sultra sebagian besar berstatus OTG (Orang Tanpa Gejala). Namun, berdasarkan uji swab, mereka didiagnosa telah terpapar virus Covid-19 sehingga wajib menjalani isolasi dan perawatan medis demi memutus mata rantai penyebaran.
“Kita diuntungkan karena strain virus corona yang di Indonesia kemungkinan tidak begitu ganas. Kita diuntungkan dengan doa dukungan alam sehingga tidak parah. Jadi yang positif memang hampir tanpa gejala. Ratusan yang terkonfirmasi saat ini pun kondisi tanpa gejala. Hanya sebagian kecil yang mesti dirawat intensif karena ada penyakit penyerta,” jelasnya.
Khusus 5 kasus Corona meninggal di Sultra atau 1,48 persen dari total positif Corona saat ini adalah pasien dengan status komorbid. Ada penyakit penyerta yang parah sehingga begitu terpapar virus Covid-19, pasien seketika drop. Diantaranya memiliki riwayat cuci darah.
“Lebih banyak yang sembuh, karena strain virus yang bisa dikatakan jinak. Ini berkat doa dan dukungan alam,” ulasnya lagi.
Sementara itu, dikutip dari Detik.com, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan tipe strain virus Corona di Indonesia berbeda dari tiga tipe utama yang diketahui beredar di dunia.
Hal ini terlihat setelah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman berhasil melakukan tiga whole genome sequencing (WGS) dari sampel virus Corona yang ditemukan di Indonesia yang dilakukan untuk mengetahui karakter dari virus.
“Sejauh ini, dari informasi GISAID, ada 3 tipe COVID-19 yang ada di dunia. Ada tipe S, tipe G, dan tipe V. Di luar 3 tipe itu ada yang disebut sebagai tipe lain, jadi yang belum teridentifikasi. Dan ternyata whole genome sequences yang dikirim Indonesia termasuk kategori yang lainnya,” kata Bambang beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, hingga Kamis 25 Juni 2020, Gugus Tugas Covid-19 Sultra mencatat total kasus Corona di Sultra mencapai 337 orang dengan nihil kasus baru. Pasien yang berhasil sembuh sebanyak 219 orang atau 64,98 persen. Sementara yang menjalani perawatan 113 orang. Jumlah pasien meninggal stagnan 5 kasus.