LAJUR.CO, KENDARI – Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulawesi Tenggara (Sultra) terus memperkuat edukasi kepada masyarakat, termasuk mahasiswa, sebagai langkah pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan keberangkatan pekerja migran non-prosedural serta mekanisme menjadi pekerja migran di luar negeri.
Kepala BP3MI Sultra, La Ode Askar, mengungkapkan, edukasi pencegahan TPPO dan prosedur bekerja secara resmi ke luar negeri dilakukan di beberapa kampus di Sultra dengan sasaran mahasiswa. Beberapa kampus yang dikunjungi antara lain Universitas Muhammadiyah Kendari dan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO).
Selama sosialisasi, pihaknya menggandeng relawan Kawan PMI untuk menjelaskan berbagai hal tentang tugas BP3MI. Diantaranya adalah bagaimana pemerintah melindungi pekerja imigran, melindungi calon pekerja imigran dan melindungi eks pekerja imigran. Kawan PMI merupakan sebuah komunitas relawan yang membantu Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Salah satu program dari PMI adalah, mereka kita fasilitasi untuk turun dan membantu kami turun ke perguruan tinggi untuk memberikan diseminasi informasi itu,” ucap La Ode Askar, Senin (18/11/2024).
Program relawan Kawan PMI telah berjalan sejak Agustus 2023 sebagai upaya mendukung BP3MI Sultra, atas keterbatasan sumber daya yang hanya memiliki 16 pegawai untuk menjangkau seluruh kabupaten dan kota di Bumi Anoa.
Divisi Penyebarluasan Informasi BP3MI Sultra, Heni Aisawa, menjelaskan saat sosialisasi di sejumlah kampus, ia lebih banyak berbagi cerita tentang pengalaman pribadi.
“Saya mempunyai pengalaman bekerja di luar negeri selama dua tahun yaitu di Jepang. Jadi saya sampaikan kepada adik-adik bahwa di usia muda itu sebanyak kita banyak memiliki pengalaman baik di dalam negeri atau di luar negeri,” tutur Heni Aisawa.
BP3MI Sultra juga memberikan perlindungan administratif dan hukum kepada calon pekerja migran. Sebelum berangkat, mereka wajib memiliki perjanjian kerja yang jelas. Selain itu, setiap pekerja migran dilindungi oleh asuransi sejak masa pra-penempatan hingga purna-penempatan. Sehingga jika ada masalah selama kontrak mereka terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, tantangan utama yang dihadapi calon pekerja migran asal Sultra adalah minimnya kemampuan dalam berbahasa asing. Hal tersebut menghambat mereka mengikuti berbagai program penempatan resmi ke negara-negara seperti Jepang, Jerman, dan Korea Selatan.
“Harusnya perguruan tinggi, sekolah tinggi keperawatan dan sekolah kejuruan bisa menghadirkan guru bahasa asing atau diarahkan belajar mandiri sebagai bagian dari kurikulum untuk persiapan para alumni ketika selesai bisa ikut penetapan program G-TO-G,” kata La Ode Askar.
Heni juga mengingatkan bagi para mahasiswa bahwa keberangkatan PMI melalui jalur yang tidak resmi, sering kali dikenakan biaya tinggi dan potongan gaji yang tidak sesuai.
“Ini gratis tidak dipungut biaya, kalau melalui agen atau lembaga pelatihan kerja (LPK) lain itu pasti ada biaya dan pasti gaji Anda bisa dipotong karna ada kerja sama, jadi dia sudah terima gaji separuh kita,” kata Heni Aisawa.
Hingga akhir tahun 2024, BP3MI Sultra telah memfasilitasi keberangkatan 51 pekerja migran dari target 60 orang untuk berangkat keluar negeri.
“Yang pulang, kami fasilitasi sebanyak 48 orang dari target kami tahun ini, yaitu memfasilitasi pemulangan 29 orang. Total target adalah 25 deportasi, 2 sakit, dan 2 meninggal. Ini melebihi target kami,” ungkap La Ode Askar.
Laporan : Ika Astuti