SULTRABERITA.ID, KENDARI – Pandemi Covid-19 yang mulai merebak pada awal tahun 2020 di Tiongkok dan menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia memberi dampak signifikan terhadap pergerakan ekonomi.
Tak terkecuali Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Pandemi yang sudah berlangsung hampir tiga bulan mempengaruhi pergerakan ekonomi Sultra.
Khusus pada triwulan I 2020, Bank Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi Sultra mencapai angka 4,4% yoy (Year On Year), melambat dibandingkan capaian triwulan sebelumnya sebesar 6,9% (yoy).
Meskipun melemah, capaian tersebut lebih tinggi dari perekonomian nasional maupun rata-rata pulau Sulawesi yang juga mengalami perlambatan, masing-masing sebesar 3,0% (yoy) dan 3,8% (yoy).
Hal itu disampaikan Pimpinan BI Sultra, Suharman Tabrani dalam agenda video conference bersama perwakilan media se-Sultra, Selasa 19 Mei 2020.
Suharman menguraikan dari sisi permintaan, terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 dipengaruhi oleh perlambatan pada sektor – sektor utama perekonomian Sultra.
Pertama dalam konsumsi rumah tangga. Sektor ini mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh seiring telah berlalunya periode libur dan HBKN pada akhir tahun 2019.
BACA JUGA :
- Tim Asistensi Bahas 15 Program Prioritas ASR-Ir Hugua 100 Hari Pascapelantikan
- Tenggelam di Saluran Irigasi, Bocah Perempuan Konawe Ditemukan Tewas
- Keuntungan Sertifikasi Halal untuk Pelaku Usaha
- Damkar Kendari Tangkap Ular Panjang 3 Meter di Pemukiman Warga Abeli
- 7 Penyakit Akibat Pembuluh Darah Pecah dan Penyebabnya
Disamping itu, pemberlakuan social distancing sebagai upaya pencegahan dan penanganan COVID-19 di Sultra berdampak pada terbatasnya konsumsi masyarakat.
Investasi dan Ekspor Ikut Turun
Penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada investasi yang disebabkan oleh terbatasnya pembangunan yang dilakukan oleh swasta dan pemerintah seiring dengan pengetatan akses masuk SDM maupun barang serta refocusing untuk penanganan COVID-19.
Perlambatan juga terjadi kinerja ekspor Sulawesi Tenggara. Kata Suharman, performa ekspor menurun disebabkan oleh beberapa faktor antara lain dampak dari larangan ekspor bijih nikel kadar rendah yang efektif per 1 Januari 2020.
Perekonomian Tiongkok yang mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan I 2020 juga berdampak pada kinerja ekspor Sultra. Apalagi mengingat Tiongkok sebagai mitra dagang utama.
Meskipun demikian, perlambatan perekonomian Sultra dapat tertahan oleh penurunan kinerja pada impor terutama impor antardaerah seiring pengetatan akses keluar masuk selama penerapan social distancing.
“Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sultra terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian, lapangan usaha Konstruksi, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha industri pengolahan,” papar Suharman panjang lebar.
Penurunan kinerja pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian disebabkan oleh berlakunya larangan ekspor bijih nikel kadar rendah sehingga berdampak pada produksi pertambangan.
Sementara itu, masih terbatasnya pembangunan oleh pemerintah maupun swasta memberikan dampak terhadap perlambatan pada kinerja lapangan usaha konstruksi.
Berikut, lanjut Suharman, penerapan social distancing menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat yang cenderung menurun juga turut memberikan dampak terhadap kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
“Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan diakibatkan oleh based effect pertumbuhan periode sebelumnya serta telah beroperasionalnya smelter di Sulawesi Tenggara dengan kapasitas optimalnya. Meskipun demikian, perlambatan pada lapangan usaha utama tersebut dapat sedikit tertahan oleh akselerasi pada lapangan usaha pertanian,” papar Suharman.
Berlangsungnya periode penangkapan ikan serta dampak pandemi Covid-19 yang cukup rendah terhadap lapangan usaha pertanian mampu mendorong terjadinya akselerasi pertumbuhan lapangan usaha tersebut.
Penghambat dan Pemicu Grafik Ekonomi Sultra
Berdasarkan review sektor ekonomi yang melambat selama Corona, ujar Suharman, pertumbuhan ekonomi Sultra pada tahun 2020 ditaksir berada pada kisaran 3,9% – 4,3% (yoy). Nilai ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 yang sebesar 6,5% (yoy).
Berlangsungnya pandemi COVID-19 menjadi faktor utama penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut.
Secara umum, Bank Indoensia Sultra merangkum beberapa faktor yang menjadi downside pertumbuhan ekonomi Sultra.
A lain yakni pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah akan tertahan seiring dengan penggentian sementara pengadaan barang dan jasa dan difokuskan pada penanganan Covid-19
Pemberlakuan social distancing memberikan dampak pada konsumsi masyarakat terutama pada non bahan makanan.
Berikut adalah penundaan DAU terhadap 11 kabupaten/kota sebesar 35%. Ini berpotensi menurunkan kinerja konsumsi pemerintah
Pengetatan akses keluar masuk untuk manusia dan barang diperkirakan akan berdampak pada investasi yang dilakukan oleh swasta. Kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia dapat berdampak pada perdagangan luar negeri di Sultra. Harga nikel dunia diperkirakan akan mengalami penurunan
Sementara itu, faktor yang dapat mendorong pertumbuhan atau upside factor antara lain adalah kinerja industri pengolahan yang diperkirakan akan mengalami peningkatan didukung oleh kapasitas produksi smelter dan industri olahan logam yang masih cukup tinggi
Berikut adalah program bantuan dari pemerintah seperti peningkatan bansos nontunai, rencana pelaksanaan bantuan langsung tunai, insentif bagi UMKM dan tenaga medis, program prakerja dan tingkat inflasi yang rendah diperkirakan dapat menjaga tingkat konsumsi rumah tangga.
“Harga minyak dunia yang mengalami penurunan dapat mengurangi nilai impor dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Sultra,” pungkas Suharman. Adm