SULTRABERITA.ID, KENDARI – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan soal ketentuan konglomerasi perusahaan keuangan. Aturan ini mengatur berbagai ketentuan bagi grup atau kelompok besar atau sama yang masuk dalam kategori konglomerasi perusahaan keuangan.
Ketentuan tertuang di Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan. Beleid itu diteken oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 14 Oktober 2020.
Wimboh mengatakan aturan ini bertujuan menciptakan industri jasa keuangan yang sehat dan memiliki daya saing. Selain itu, untuk mengukur dampak kehadiran konglomerasi perusahaan keuangan terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan nasional.
“Kami akan melihat lebih detail kondisi perusahaan dengan konglomerasi yang bisa menimbulkan spill offer ke yang lain, baik transmisi perusahaan asuransi, bank, pasar modal,” ujar Wimboh saat konferensi pers virtual hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) periode Kuartal III 2020, Selasa (27/10).
OJK, lanjut dia, juga ingin memantau semua konglomerasi apabila terdapat spill offer ke ekonomi, sehingga regulator bisa melakukan mitigasi dini.
Apalagi, sambung dia, jumlah konglomerasi perusahaan keuangan di dalam negeri terus bertumbuh dari waktu ke waktu.
Saat ini, wasit lembaga keuangan itu mencatat ada 45 konglomerasi perusahaan di sektor tersebut di dalam negeri. “Kami ingin klasternya lebih jelas lagi mengenai konglomerasi ini,” katanya.
Dalam POJK 45/2020, ditetapkan konglomerasi perusahaan keuangan merupakan grup usaha yang memiliki total aset mencapai Rp100 triliun dan kegiatan bisnisnya lebih dari satu jenis lembaga keuangan, terdiri dari entitas utama dan perusahaan anak atau relasi.
Jenis usahanya pun bergerak di bidang bank, asuransi dan reasuransi, pembiayaan, dan perusahaan efek.
“Dua atau lebih lembaga jasa keuangan yang berada di dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian yang tidak memenuhi kriteria dapat ditetapkan OJK sebagai konglomerasi keuangan,” tulis OJK dalam beleid tersebut.
Kriteria lain menyatakan bahwa status konglomerasi tidak langsung berubah dalam satu periode pelaporan ketika ada aksi korporasi yang menyebabkan nilai aset berkurang. Status berupa ketika OJK menetapkan grup tersebut sudah tidak memenuhi kriteria konglomerasi.
“Perhitungan nilai total aset Konglomerasi Keuangan berdasarkan laporan keuangan posisi akhir bulan Juni dan posisi akhir bulan Desember,” terang OJK.
Dari sisi kewajiban, OJK mengatur bahwa entitas utama wajib menyusun dan memiliki piagam korporasi yang memuat tujuan, dasar penyusunan, ruang lingkup, struktur konglomerasi, tugas dan tanggung jawab, dan lainnya.
Entitas perlu menyampaikan piagam ke OJK paling lambat 31 Desember 2020 untuk pertama kali, sedangkan anak usaha di dalam konglomerasi menyampaikan paling lambat tanggal 15 bulan kedua setelah berakhirnya bulan pelaporan entitas utama.
Bila melewati ketentuan, OJK menyiapkan sanksi administratif berupa denda Rp1 juta per hari dan paling banyak Rp30 juta.
“Hubungan antar lembaga jasa keuangan yang dimiliki dan dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat dikecualikan dari pengertian konglomerasi keuangan,” jelas OJK. Adm
Sumber: Cnnindonesia.com