SULTRABERITA.ID, KENDARI – Mantan Wakil Bupati Buton Utara (Butur), Ramadio berpotensi mendapat hukuman kebiri jika kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur yang menyeret mantan orang nomor 2 Kabupaten Butur itu terbukti di Pengadilan Negeri Raha.
Hal ini disampaikan Direktur Yayasan Lambu Ina, Yustina Fendrita, Senin (4/1/2021). Meski organisasi yang dipimpinnya kurang sepakat dengan kebijakan baru ini, Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak yang telah diteken Jokowi bakal menjerat Ramadio yang berstatus tersangka kasus predator anak
“Kita sebenarnya agak ragu dengan penerapannya itu karena hingga kini proses persidangan juga berjalan lambat. Tersangka (Ramadio,red) belum ditahan. Tapi mengenai PP ‘kebiri’ yang ditandatangani Jokowi, berpotensi kena, kalau terbukti,” ujar Yustina.
Sepanjang Tahun 2020, Yayasan Lambu Ina diketahui telah menangani puluhan kasus kekerasan seksual anak di wilayah Buton Utara, Muna dan Muna Barat. Termasuk diantaranya kasus predator anak menyeret nama mantan Wabup Butur, Ramadio.
Adapun rinciannya kasus kekerasan anak yang ditangani Yayasan Lambu Ina yakni kasus perkosaan sebanyak 20 kasus, kasus percobaan perkosaan sebanyak 4 kasus, kasus pelecehan seksual 12 kasus dan trafficking sebanyak 1 kasus.
Tersangka Kasus Pencabulan Anak Dibawah Umur
Sebagai informasi, Polres Muna, Sulawesi Tenggara, menetapkan Wakil Bupati Buton Utara, Ramadio alias RD sebagai tersangka pelaku pencabulan anak di bawah umur
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara terhadap seorang pelaku muncikari dengan inisial T alias L.
Wakil Bupati Buton Utara diduga mencabuli seorang anak yang masih berusia 14 tahun sebanyak dua kali di bulan Juni 2019.
Ramadio diduga membayar uang sejumlah Rp 2 juta kepada korbannya melalui seorang muncikari berinisial T alias L.
Berkas perkara Ramadio yang terjerat kasus pelecehan terhadap anak sendiri telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh jaksa penuntut umum (JPU) sejak September lalu. Satu orang terdakwa berinisial T alias L yang berperan sebagai muncikari telah dijatuhi vonis.
Sementara, vonis terhadap terdakwa yang tak lain tersangka pelaku pencabulan, Eks Wabup Butur, Ramadio belum juga diketukpalu.
Jadi Plt Bupati Butur Lalu Diberhentikan
Saat menyandang status tersangka, Ramadio sempat diangkat sebagai Plt Bupati Butur oleh Gubernur Sultra pada 26 September lalu. Namun, putusan ini dianulir menyusul penolakan keras disuarakan Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak.
Tak hanya jabatan Plt, Ramadio juga diberhentikan sementara dari jabatannya selaku Wakil Bupati Buton Utara. Keputusan Mendagri itu berdasarkan usulan Gubernur Sulawesi Tenggara melalui surat Nomor 132.74/4830 tertanggal 30 September 2020. Ia diberhentikan sementara lantaran terjerat kasus hukum dugaan pencabulan anak.
Belum Ditahan
Direktur Yayasan Lambu Ina, Yustina Frendita mengatakan hingga kini perkara kasus predator anak melibatkan tersangka eks Wakil Butur masih terus bergulir di PN Raha.
Sayang, hingga kini proses hukum terhadap mantan orang nomor dua Butur itu terkesan jalan ditempat. Tersangka, kata Yustina bahkan belum juga ditahan.
Yustina pesimis kasus pelecehan terhadap anak dibawah umur itu bisa bergulir cepat mengingat fakta lambannya proses hukum.
“Pemeriksaan saksi sudah tapi tersangka belum ditahan. Saya punya ekspektasi bisa dikenai pasal Kebiri,” ungkapnya.
PP Kebiri Predator Anak
Ditengah proses hukum yang bergulir, tak disangka Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Beleid tersebut diteken Jokowi pada 7 Desember 2020. Adapun PP tersebut merupakan peraturan turunan dari Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 2 ayat 1 di PP tersebut, pelaku persetubuhan terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bisa dikenakan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Sementara itu, Pasal 2 ayat 2 menyatakan pelaku perbuatan cabul terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat dikenakan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi.
Kendati demikian, berdasarkan Pasal 4, pelaku persetubuhan atau pencabulan yang masih berstatus anak tak dikenakan tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Teknis pelaksanaan tindakan kebiri kimia diatur dalam Pasal 6. Pasal tersebut menyatakan tindakan kebiri kimia diawali dengan tahapan penilaian klinis.
Dalam Pasal 7 ayat 2, penilaian klinis terdiri dari proses wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Tindakan kebiri kimia dikenakan kepada pelaku persetubuhan paling lama dua tahun dan dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk.
Pelaksanaan kebiri kimia dilakukan setelah pelaku persetubuhan selesai menjalani pidana pokok berupa hukuman penjara.
Namun, berdasarkan Pasal 10 ayat 3, pelaku persetubuhan terhadap anak bisa terbebas dari tindakan kebiri kimia bila analisis kesehatan dan psikiatri menyatakan tidak memungkinkan. Adm