LAJUR.CO, KENDARI – Fenomena perkawinan campuran antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) lumrah terjadi. Di Provinsi Sulawesi Tenggara sepanjang tahun 2021 hingga tahun 2022, data keimigrasian mencatat sebanyak 11 orang terdata telah melakukan praktik perkawinan campuran.
Kepala Divisi Keimigrasian Kemenkumham Sultra Sjachril melalui Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Trisulo Petaling, Senin (26/9/2022), menyatakan dalam sebulan Kantor Imigrasi Kendari secara legal meregistrasi 1 pasangan perkawinan campuran. WNA China mendominasi rerata perkawinan beda kewarganegaraan di Sultra.
“Trendnya tidak naik, datar saja yang melaporkan,” singkat Trisulo Petaling.
Minim pemahaman mengenai prosedur legal perkawinan campuran, mendorong Kantor Imigrasi Kelas 2 TPI Kendari aktif melakukan edukasi ke daerah.
“Sudah tiga kabupaten (sosialisasi perkawinan campuran,red). Pertama di Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kabupaten Kolaka,” ujar Trisulo Petaling.
Wajib Daftar Ke Kantor Imigrasi
Kekinian, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kendari baru saja mengadakan Sosialisasi Perkawinan Campuran menurut UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan implikasinya terhadap keimigrasian di Kabupaten Kolaka pada Kamis (22/9/2022).
Sosialisasi melibatkan narasumber Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kemenkumham Sultra Sjachril dan Kepala Kementerian Agama Kabupaten Kolaka Burhanuddin dengan peserta dari lintas OPD se-Kabupaten Kolaka.
Tujuan sosialisasi ialah agar masyarakat memiliki pemahaman mengenai mekanisme legal perkawinan campuran dan implikasi terhadap keimigrasian.
Kepala Kemenag Kolaka dalam pemaparannya menyampaikan pentingnya mengetahui syarat dan aturan-aturan yang berlaku terkait perkawinan dan pencatatannya.
Sementara itu, Kepala Divisi Keimigrasian Kemenkumham Sultra Sjachril menerangkan perihal implikasi dari perkawinan campuran terhadap keimigrasian, anak berkewarganegaraan ganda, hak dan status serta persyaratan pendaftaran affidavit.
Banyak pasangan perkawinan campuran diketahui masih minim pengetahuan, tidak melakukan proses pelaporan ke pihak imigrasi kala melangsungkan pernikahan beda kewarganegaraan.
Seyogyanya, kata Sjahcril, WNA yang melangsungkan pernikahan resmi dengan penduduk pribumi tidak hanya wajib melaporkan perkawinan ke perwakilan negara di luar negeri. Sesuai undang-undang, kedua pasangan diharuskan ikut meregistrasi pernikahan ke kantor imigrasi setempat.
Mengabaikan proses pencatatan di imigrasi membuat status pernikahan layaknya kawin semu. Permasalahan yang banyak muncul jika proses pencatatan di imigrasi urung dilakukan adalah proses keimigrasian anak yang lahir di Indonesia tetap menjadi WNI. Hal ini seusia dengan UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan.
“Diharapkan dengan kegiatan ini dapat menambah wawasan peserta sosialisasi tentang Perkawinan Campuran dan Implikasinya terhadap Keimigrasian,” tutup Sjahcril. Adm