PertLAJUR.CO, JAKARTA – Pemerintah tengah mengkaji penerapan cukai untuk tiga produk, yakni Bahan Bakar Minyak (BBM), ban karet, dan deterjen. Ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi.
Namun, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, tidak akan diterapkan dalam jangka pendek. Penerapan ini kemungkinan baru berlaku sekitar 5 tahun lagi alias tahun 2027.
“Kita dalam konteks menimbang-menimbang kiri dan kanan. Tapi tentunya ini dalam 5 tahun ke depan jangka menengah panjang. Namanya kajian, bukan kebijakan,” kata Febrio pasca Rapat Panja Asumsi Dasar RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Febrio menuturkan, banyak pertimbangan yang dikaji Kementerian Keuangan, termasuk masih tingginya ketidakpastian global pasca pandemi dan akibat perang Rusia-Ukraina.
Tingginya ketidakpastian ini juga yang membuat pembuat kebijakan tak serta-merta menaikkan harga BBM jenis Pertalite dan tarif listrik di bawah 3.000 Volt Ampere (VA).
“Kalau sekarang sudah jelas-jelas Pertalite enggak naik, listrik enggak naik itu sudah jelas 2022 bahkan 2023 kita pastikan ketidakpastian masih sangat tinggi. Jadi kami enggak akan gegabah, tapi kajiannya masih terus jalan,” ucap Febrio.
Di sisi lain Febrio mengakui, pengenaan cukai atas barang-barang itu perlu diimplementasi ke depan. Sebab kini, dunia berbondong-bondong menuju penerapan ekonomi hijau.
Komoditas BBM, kata Febrio, berasal dari energi fosil (fossil fuel) yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan BBM pun perlu diperkecil secara bertahap.
“Artinya ini bagian dari kita melihat aspek lingkungan, emisi yang kita tahu emisi fossil fuel tinggi sekali, batu bara maupun BBM. Kita coba lihat bersama-sama dengan DPR apa ini yang bisa kita perluas basis dari cukai,” jelas Febrio.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tumbuh 15,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) atau Rp 1.784 triliun tahun 2022.
Pendapatan pajak tahun 2022 diproyeksi mencapai Rp 1.485 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 299 triliun. Outlook penerimaan perpajakan itu jauh lebih tinggi dari target dalam APBN, yakni Rp 1.510 triliun. Adm
Sumber : Kompas.com