LAJUR.CO, KENDARI – Tren perceraian di Kota Kendari setiap tahun terus meningkat. Kekinian Pengadilan Agama Kota Kendari mencatat sebanyak 1.291 kasus perceraian terjadi selama periode Januari hingga pertengahan November 2022.
Kepala Panitera Pengadilan Agama Kota Kendari Drs. Safar mengatakan, faktor ekonomi masih mendominasi pemicu tingginya angka perceraian. Persentasenya mencapai 60 persen dari total kasus perceraian ditangani Pengadilan Agama Kota Kendari.
Di posisi kedua faktor pemicu perceraian adalah karena laporan adanya perselingkuhan. Pasangan suami isteri yang mengajukan talak atau gugatan cerai karena hadirnya orang ketiga mencapai 30% dari keseluruhan kasus perceraian yang terdata di Pengadilan Agama Kota Kendari.
Sementara, kasus kekerasan dalam rumah tangga alias KDRT memegang urutan ketiga terjadinya perceraian di Kota Kendari.
Kata Safar, ketiga faktor pemicu perceraian di atas sejatinya saling berkaitan satu sama lain. Keterbatasan pasangan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga menjadi cikal bakal terjadinya pertengkaran antara pasangan suami istri. Inilah yang kemudian menyulut terjadilah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), lalu berujung pada munculnya orang ketiga di dalam hubungan yang tengah renggang.
“KDRT termasuk salah satu faktor dari perceraian, namun dia juga masuk dalam kategori dampak dari ekonomi. Cikal bakal KDRT bukan hanya persoalan dari ekonomi, melainkan juga disebabkan karena pihak ketiga. Sehingga terjadilah pertengkaran yang mengakibatkan KDRT,” ujar Safar kepada Lajur.co, Selasa (15/11/2022),
Dari 1.291 kasus perceraian yang terdata di Pengadilan Agama Kota Kendari selama tahun 2022, yang masuk dalam kategori kontensius atau masuk ranah sengketa sebanyak 936 kasus. Selebihnya tercatat 355 perkara merupakan perkara voluntair. Permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditunjukan kepada ketua pengadilan setempat.
Safar melanjutkan gugatan cerai terbanyak dilayangkan dari kalangan isteri kepada suami alias cerai gugat. Sementara perceraian yang sifatnya cerai talak atau berasal dari suami hanya 30 persen dari keseluruhan kasus perceraian ditangani Pengadilan Agama Kendari.
Lebih lanjut dikatakan Safar, majelis hakim selalu menerapkan metode mediasi kepada para penggugat agar rumah tangga mereka bisa kembali rukun. Namun upaya mediasi yang berhasil hanya berkisar 10%.
Mediasi yang dimaksud terbagi menjadi dua bagian yaitu mediasi keseluruhan dan mediasi sebagian. Mediasi keseluruhan berhasil jika dua orang yang telah mendaftarkan gugatan perceraiannya dapat kembali hidup rukun seperti semula. Sedangkan jika perceraian tetap dilaksanakan, namun persoalan hak asuh dan pemeliharaan anak disepakati sebagai tanggung jawab bersama disebut mediasi berhasil sebagian.
Meski tahun ini angka perceraian dinilai tinggi, namun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana angka perceraian justru lebih tinggi. Tahun 2021 mulai awal Januari hingga Desember, pengadilan agama mencatat ada 1400 perkara cerai yang ditangani.
Adanya pandemi Covid-19 selama kurang lebih tiga tahun belakangan, diakui tidak berpengaruh signifikan terhadap angka perceraian di Kota Kendari.
“Sebelum pandemi sudah masuk 1000 perkara. Selama pandemi hingga sekarang juga kasusnya meningkat namun pandemi ini tidak berpengaruh dalam kasus perceraian,” jelasnya.
LAPORAN : FITRI
EDITOR: JENI