LAJUR.CO, KENDARI – Kanker leher rahim masih menjadi ancaman besar bagi perempuan Indonesia, meski sebenarnya dapat dicegah dan dideteksi lebih awal. Ini adalah kanker kedua terbesar di Indonesia setelah kanker payudara.
Pemerintah telah menyiapkan imunisasi hingga layanan screening, namun pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Sebab banyak perempuan yang takut terkena kanker serviks, tetapi enggan melakukan pemeriksaan dini. Kondisi inilah yang membuat kasus sering ditemukan terlambat dan angka kematiannya tetap tinggi setiap hari.
“Artinya, walaupun masyarakat takut untuk terkena kanker leher rahim ini, tapi kesadaran untuk mau mengakses, memeriksakan lebih dini, ‘saya mesti di-screening, saya sudah terdampak atau belum’ itu nggak mudah. Sebagian besar mereka masih belum mau,” ucap dr. Prima Yosephine, Direktur Imunisasi Kemenkes RI dalam acara Kelas Jurnalis 2025: Lawan Misinformasi Kanker Leher Rahim di Era AI, di Jakarta Selatan, Senin (17/11).
Minimnya kesadaran ini membuat sebagian besar kasus kanker serviks ditemukan dalam tahap yang sudah terlambat. Ketika diagnosis baru diketahui pada stadium lanjut, peluang keberhasilan pengobatan menurun drastis.
Sehingga tidak heran, angka kematian akibat kanker ini masih sangat tinggi, yakni sekitar 56 perempuan di Indonesia meninggal setiap hari karena kanker leher rahim.
“Sehingga memang sebagian besar ketemunya telat. Angka kematiannya luar biasa, kurang lebih 56 orang setiap hari. Coba bayangkan 56 setiap hari hanya di negara kita,” imbuhnya.
Perkuat Upaya Eliminasi Kanker Leher Rahim, namun Tantangan Kesadaran Masyarakat Masih Tinggi
Melihat tingginya beban penyakit ini, pemerintah berkomitmen mempercepat upaya menuju eliminasi kanker leher rahim. Eliminasi berarti kondisi ketika penyakit tidak lagi menimbulkan beban kesehatan bagi masyarakat.
Namun, hingga kini Indonesia belum dapat mencapainya karena rendahnya cakupan imunisasi, screening, dan akses tata laksana yang memadai.
Untuk mencapai eliminasi, terdapat tiga target besar yang dikejar hingga tahun 2030. Pertama, minimal 90% anak perempuan dan laki-laki harus sudah mendapatkan imunisasi HPV sebelum usia 15 tahun. Kedua, setidaknya 75% perempuan usia 30–69 tahun perlu menjalani tes DNA HPV sebagai bagian dari deteksi dini.
“Ketiga adalah kalau sudah didiagnosa, perempuan itu sudah didiagnosa menderita kanker leher rahim, maka 90% yang sudah didiagnosa ini harus mendapatkan tata laksana yang adekuat,” kata dr. Prima.
Jika ketiga target ini tercapai, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengakhiri tingginya beban kanker leher rahim dan melindungi lebih banyak perempuan di masa depan. Adm
Sumber : Kumparan.com



