BERITA TERKINIHEADLINE

Kasus Kebakaran Hutan & Lahan di Sultra Peringkat ke-11 Nasional, Bombana Paling Luas

×

Kasus Kebakaran Hutan & Lahan di Sultra Peringkat ke-11 Nasional, Bombana Paling Luas

Sebarkan artikel ini

LAJUR.CO, KENDARI – Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menempati peringkat ke-11 dalam daftar kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tertinggi di Indonesia. Data terbaru Direktorat Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menunjukkan bahwa pada tahun 2023, luas areal yang terbakar di Sultra mencapai 18.736,46 Hektare.

Kabupaten Bombana tercatat sebagai daerah dengan dampak paling parah, mencatatkan kasus Karhutla seluas 10.217,32 Hektare. Selain Bombana, wilayah-wilayah di Sultra dengan kebakaran terbanyak meliputi Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, dan Konawe.

Hal tersebut terungkap dalam rakor Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Karhutla Dinas Kehutanan Sultra. Rakor dibuka Sekda Sultra Asrun Lio mewakili PJ Gubernur Sultra, Selasa (27/8/2024).

Adapun rincian data kasus Karhutla di Kabupaten Kabupaten Konawe Selatan seluas 2.227,39 Hektare, Konawe Utara 1.225,10 Hektare, Kolaka seluas 1.219,08 Hektare, Konawe seluas 969,19 Hektare.

Berikut adalah Kabupaten Kolaka Timur seluas 933,58 Hektare, Buton seluas 844,86 Hektare, Muna seluas 396,06 Hektare, Buton Selatan seluas 239,42 Hektare, Muna Barat seluas 184,12 Hektare, Kolaka Utara seluas 167,87 Hektare, Wakatobi seluas 71,62 Hektare, Baubau seluas 99 Hektare dan terendah kasus Karhutla adalah Kabupaten Buton Tengah seluas 57,35 Hektare.

Baca Juga :  Kemenkumham Gelar Seleksi Terbuka untuk Jabatan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan

“Wilayah-wilayah yang sering terjadi kebakaran hutan dan lahan tersebut, agar menjadi perhatian bagi kita semua untuk melakukan antisipasi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan mengingat prediksi BMKG, bahwa puncak musim kemarau terjadi pada Agustus dan September,” jelasnya.

Asrun Lio mengatakan, dari total 18 ribuan hektare areal hutan dan lahan terbakar di Sultra, satelit NASA Modis mendeteksi 140 titik hotspot dengan kategori medium sebanyak 1.053 ha.

Adapun kebakaran tersebut disebabkan faktor alam dan faktor manusia yang meliputi aktivitas pertanian, perkebunan, serta kecorobohan manusia dalam memperlakukan api, seperti kelalaian dalam membuang puntung rokok. Akibat kebakaran hutan dan lahan tersebut berdampak terhadap menurunnya keanekaragaman hayati.

“Ini juga berkontribusi menurunkan produktivitas tanah, hilangnya habitat dan populasi berbagai jenis tumbuhan dan satwa, bahkan terancam meningkatkan bencana alam seperti erosi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan,” ungkap Asrun Lio.

Baca Juga :  Kepala BKD Sultra Ungkap Usulan 7.497 Orang CPNS dan P3K Disetujui Menpan - RB

Melihat kondisi miris tersebut, Asrun Lio menegaskan pentingnya penyelenggaraan Rakor Pengendalian Karhutla menjadi ajang untuk menyusun strategi penanggulangan kebakaran yang semakin mengancam kawasan hutan di provinsi Sultra.

“Salah satu konsekuensi peran hutan, bagi pemenuhan kepentingan sosial, ekomoni yakni penutupan hutan yang cenderung, semakin menyusut. Ancaman penyusutan tutupan kawasan hutan, diantaranya disebabkan perambahan hutan ilegal logging, serta kebakaran hutan dan lahan yang terjadi berulang setiap tahun pada musim kemarau,” ujarnya.

Asrun Lio mengatakan, Sultra memiliki luas kawasan hutan sekitar 2,3 juta hektare yang meliputi hutan konservasi, hutan lindung, maupun hutan produksi. Kawasan hutan tersebut memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat di Sultra, baik secara sosial, ekologis, maupun sebagai sumber ekonomi masyarakat.

Sekda Lio menyoroti pentingnya kawasan hutan di Sultra, yang meliputi 2,3 juta hektare dan memiliki peran vital dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan ekologi masyarakat. Namun, ancaman besar mengintai akibat penyusutan hutan yang disebabkan oleh perambahan ilegal, pembalakan liar, dan kebakaran yang kerap terjadi setiap tahun, terutama pada musim kemarau.

Baca Juga :  Fashion Show 'Pet Contest' Sultra: Kucing & Anjing Peliharaan Melenggang Cantik di Catwalk

Kondisi semakin diperparah dengan anomali iklim. Setelah mengalami La Nina yang menyebabkan kemarau basah antara 2020 hingga 2022, pada 2023 Sultra menghadapi El Nino dan kemarau panjang yang mengakibatkan peningkatan jumlah titik hotspot. BMKG juga telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi kekeringan, yang berujung pada status tanggap darurat di beberapa kabupaten.

Sekda Lio menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan dan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2023. Perusahaan yang memegang izin penggunaan hutan, perkebunan, dan pertambangan diwajibkan membentuk brigade pengendalian Karhutla sebagai upaya pencegahan.

Upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sultra termasuk patroli, sosialisasi, dan pembentukan masyarakat peduli api. Rakor ini juga menekankan perlunya sinergi antara berbagai pihak untuk memperkuat upaya penanggulangan Karhutla dan mitigasi bencana alam yang disebabkan oleh kebakaran. Adm

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x